Tarif Cukai 2025 Tak Naik, Intip Gerak Saham GGRM hingga WIIM
gospelangolano.com, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada tahun 2025.
Ascolani, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, mengatakan tidak ada perubahan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2025. Namun, pemerintah kemungkinan akan melakukan penyesuaian harga jual eceran (RSP) produk tembakau pada tahun depan.
Saat merumuskan kebijakan cukai tahun 2025, pemerintah mempertimbangkan fenomena penurunan perdagangan, dimana konsumen beralih ke rokok yang lebih murah, yang berdampak pada penerimaan cukai tahun ini.
Tim riset Stockbit Sekuritas menilai keputusan mempertahankan tarif CHT pada tahun 2025 merupakan perkembangan positif bagi perusahaan rokok seperti PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM).
Hal ini terutama mengingat tantangan penurunan dan erosi margin yang terus berlanjut akibat kenaikan tarif cukai yang terus menerus selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2023 dan 2024, cukai rokok akan naik rata-rata sebesar 10% per tahun.
“Dengan tidak adanya tekanan kenaikan tarif cukai lebih lanjut, perusahaan rokok akan mengalami peningkatan profitabilitas dan pendapatan,” demikian riset Stockbit Securitas, Rabu (25/9/2024).
Namun tim riset Stockbit Securitas memperkirakan akan ada tren penurunan meski tidak ada kenaikan cukai karena kenaikan HJE tidak akan berubah.
Kesenjangan HJE antara rokok SKM Tier 1 dan Tier 2 saat ini adalah sebesar 64%, yang merupakan angka yang besar sehingga membuat produk yang lebih murah menjadi lebih menarik bagi konsumen. Perdagangan ke bawah kemungkinan akan berlanjut sampai penyesuaian HJE menutup kesenjangan tersebut.
“Perlu diketahui bahwa sesuai regulasi, produsen rokok harus mempertahankan minimal 85% harga pasar HJE yang diatur,” kata Stockbite Securitas dalam risetnya.
Saham HMSP, GGRM dan WIIM anjlok pada perdagangan hari ini, Rabu 25 September 2024, setelah pemerintah mengumumkan tidak ada kenaikan CHT pada tahun 2025.
Berdasarkan data RTI, HMSP turun 1,94 persen ke posisi 760 pada pukul 15.10 WIB. Dalam sepekan, HMSP naik 2,03 persen namun masih membaik 15,64 persen. Di saat yang sama, GGRM turun 2,87 persen menjadi 16.075. Dalam sepekan, GGRM menguat 0,47 persen dan masih tertekan di angka 20,91 persen ytd. Sedangkan WIIM turun 0,97 persen menjadi 1.025. Dalam sepekan WIIM naik 4,07 persen, namun masih membaik 42,25 persen.
Sebelumnya, kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024, menuai banyak protes. Peraturan ini dikhawatirkan akan membahayakan industri hasil tembakau, termasuk para pekerja yang mata pencahariannya bergantung pada industri tersebut.
Nikodemus, Koordinator Penanganan Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnakar), menyoroti dampak aturan pembatasan rokok. Mereka khawatir peraturan tersebut dapat mengganggu hubungan pekerja dengan industri.
“Tentu ini menjadi permasalahan, di lapangan kita tetap menjaga status hubungan kerja. Dari sisi ini kita mendukung dan membela hak-hak pekerja dan buruh. Kita ingin pekerja tidak menjadi korban peraturan yang tidak seimbang,” ujarnya dalam keterangannya. . . Keterangan tertulis, Rabu (25/9/2024).
Menurut Nico, aturan kemasan rokok polos tanpa merek di RPMK, serta zonasi dalam PP 28/2024 yang melarang penjualan dan iklan produk tembakau, berpotensi menyebabkan pengurangan jumlah pegawai secara luas. Juga menghancurkan penghidupan jutaan orang.
Kurangnya keterlibatan dalam penyusunan peraturan juga digarisbawahi. Karena menimbulkan keresahan yang meluas di kalangan pekerja.
“Kami juga prihatin dengan kemungkinan adanya pemutusan hubungan kerja (HK) akibat aturan tersebut, yang seharusnya menjadi pilihan terakhir setelah melalui berbagai tahapan. Jadi kami tidak bisa membatasi atau mendukung jika teman-teman turun ke jalan untuk melakukan protes. menjaga kehormatan dan martabat nilai perjuangan kawan-kawan,” kata Niko.
Di sisi lain, Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, juga menyatakan ketidakpuasannya terhadap lahirnya PP 28/2024 dan RPMK. Dampak dari minimnya keterlibatan pekerja dalam pembuatan aturan tersebut.
“Kami merasa hak-hak kami sebagai pekerja tidak terlindungi dengan baik dan terus-menerus melakukan protes. Padahal seharusnya pemerintah melindungi industri hasil tembakau yang selama ini menjadi tenaga kerja dan penghidupan kami. Namun yang terjadi justru sebaliknya,” ujarnya. .katanya Mengeluh.
Sudarato menilai berbagai persoalan dan kontroversi yang muncul dalam PP 28 dan RPMK untuk kemasan polos tanpa merek menunjukkan bahwa pemerintah gagal memperkirakan dampak ekonomi dari peraturan tersebut terhadap pekerja dan industri. Jika kebijakan ini diterapkan di masa depan, maka banyak pekerja yang akan menderita akibatnya.
Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak kebijakan terhadap ketenagakerjaan dan sektor terkait dalam setiap peraturan baru. Sudarto juga berharap Kementerian Kesehatan bisa lebih berkoordinasi dan berintegrasi dengan kementerian terkait lainnya, serta tidak mengedepankan ego sektoral demi keseimbangan kebijakan.
“Kami berharap pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dapat lebih memperhatikan dampak sosial dan ekonomi dari peraturan ini. Kami meminta Kementerian Kesehatan untuk menghapus aturan kemasan rokok polos tanpa merek dari rancangan Peraturan Menteri Kesehatan dan merevisi PP 28 . . . .