Strategi Kementerian Kominfo Cegah Penyebaran Hoaks Jelang Pilkada
gospelangolano.com, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika mengungkap strategi mencegah meluasnya kecurangan jelang pilkada. Hal tersebut diungkapkan Direktur Pemberdayaan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Slamet Santoso.
Menurut Slamet, Kementerian Komunikasi dan Informatika punya banyak cara untuk menangani konten palsu, mulai dari hulu hingga hilir. Untuk hulu, kata Slamet, Cominfo melaksanakan program edukasi dan literasi digital.
“Termasuk ASN. Mengapa ASN? Kenapa ASN harus netral,” ujarnya dalam acara diskusi antargenerasi gospelangolano.com Awards Series yang digelar gospelangolano.com dan Fimela, di Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika memiliki mesin pendeteksi. Mesin berbasis AI ini bertugas mencari berita palsu atau konten negatif, yang kemudian diperiksa setiap hari.
Lalu di tengahnya kami memblokir situs-situs yang melanggar ketentuan UU ITE, lanjutnya. Selain itu, Cominfo juga membuka saluran pengaduan konten yang dapat dilakukan melalui WhatsApp, telepon, atau website.
Terakhir, kata Slamet, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga tidak segan-segan memantau konten palsu yang sengaja dibuat dengan niat buruk dan berpotensi memecah belah bangsa.
“Apabila berita palsu dimuat dengan niat jahat dan berpotensi memecah belah suatu bangsa atau masyarakat tertentu, maka konten tersebut kami laporkan ke polisi untuk diproses,” kata Slamet.
Informasi palsu terus memenuhi dunia maya hingga meresahkan banyak orang. Berdasarkan data yang dipaparkan Cominfo, kementerian telah menghapus 3,76 juta konten negatif di jejaring sosial dan Internet sejak 2023.
Menurut Direktur Pemberdayaan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Slamet Santos, dari tiga lebih konten yang dihapus dari Internet, 1,9 juta di antaranya bukan palsu.
“1,9 juta itu bukan penipuan, itu perjudian online. Konten penipuan memang menjadi masalah dan masalah tidak berhenti di ruang digital, tapi konten perjudian online juga menjadi masalah bagi kami,” kata Slamet kepada Cross. Acara Diskusi Generasi dalam rangkaian Liputan6 com Awards yang diadakan gospelangolano.com dan Fimela, di Jakarta pada Rabu (31/07/2024).
Berbicara mengenai perjudian online, Slamet mengungkapkan berdasarkan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), transaksi perjudian online akan mencapai Rp 327 triliun pada tahun 2023.
“Itu salah satu cara bandar (judi online) tidak berdampak pada perekonomian sekitar, dan 80 persen korban perjudian online adalah masyarakat menengah ke bawah,” kata Slamet.
Sementara untuk konten palsu, kata Slamet, terdapat 11.600 konten palsu yang telah dihapus dari Internet.
Untuk menanggulangi konten negatif, termasuk penipuan dan perjudian online, Cominfo juga bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk mitra Gerakan Nasional Literasi Digital yang kini beranggotakan 115 orang. Salah satunya adalah gerakan Cybercreation yang dipimpin oleh Yossi Mokala.
Penghapusan penipuan dilakukan dengan empat pilar, yaitu literasi budaya, literasi etika, literasi keterampilan, dan literasi keamanan digital.
Cominfo dan berbagai mitranya di seluruh lapisan masyarakat juga melakukan edukasi anti penipuan dan perjudian online. Mulai dari pelajar SD, SMA, Mesin Kebijakan Negara (ASN), TNI, Polri dan masyarakat umum.
Sementara itu, Kepala Bidang Cyber Creation Yosi Mokalu mengungkapkan, pihaknya bekerja sama dengan Cominfo untuk memerangi hoaks dan konten negatif lainnya. Pasalnya, banyak penipuan dan konten negatif yang tersebar ke masyarakat.
“Kalau ditanya kenapa banyak sekali penipuan, mungkin salah satu penyebabnya adalah teknologi digital yang berkembang pesat tidak diimbangi dengan etika dan tidak melek digital serta pengetahuan digital lainnya. Jadi salah satu penyebabnya adalah tumbuhnya konten negatif di Internet,” kata Josi.
Yossi juga mengungkapkan bahwa konten negatif online tidak hanya scam tetapi masih banyak lagi. Konten-konten ini juga sangat mudah tersebar di ruang digital karena pertumbuhan digital yang begitu pesat. Apalagi dibandingkan zaman dahulu, penyebaran informasi, benar atau salah, sangatlah cepat.
Menurut Iosa, karena teknologi berkembang begitu cepat, terkadang sifat pengguna yang ingin terlihat sebagai “orang pertama yang menyebarkannya” juga mempercepat penyebaran prank.
Padahal, ketika ada informasi yang keluar, dia harus memverifikasi kebenarannya terlebih dahulu.
Oleh karena itu, salah satu upaya Yosi selain mengedukasi etika berinternet adalah dengan membanjiri Internet dengan konten-konten yang baik.
“Saat saya bekerja sama dengan Cybercreasy dan Kominfo, saya banyak membuat konten, baik yang berhubungan dengan literasi digital maupun konten yang lebih sederhana, misalnya konten lagu,” kata Iosi.
Pasalnya, menurut Iosa, konten literasi digital yang dibalut dengan hal-hal menyenangkan seperti lagu atau video kreatif akan semakin digemari generasi muda. Apalagi konten tersebut juga diposting oleh rekan-rekan yang memiliki banyak pengikut.