Rawat Orang Sakit hingga Waktu Shalat Terlewat, Bagaimana Hukumnya?
gospelangolano.com, Jakarta Merawat pasien membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Ada situasi di mana seseorang harus merawat anggota keluarga yang sakit sendirian dan melewatkan waktu shalat.
Lalu bagaimana keputusan orang yang menunggu, bolehkah ia shalat (pengganti)?
Menurut guru Residen Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur, Ustaz Sunnatullah, shalat merupakan salah satu pilar utama pendidikan Islam. Sholat merupakan salah satu bentuk ibadah yang langsung ditegakkan oleh Allah SWT melalui wahyu-Nya dalam Al-Qur’an, dan diperkuat dengan sabda Nabi Muhammad saw.
Peranan ibadah ini secara jelas dinyatakan baik dalam Al-Quran maupun hadis. Salah satunya seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an:
Semoga Tuhan memberkati Anda مَّوْقُوْتًا
Artinya: “Sholat itu sungguh merupakan kewajiban yang dibebankan kepada orang-orang yang beriman,” (QS An-Nisa’: 103).
Rasulullah bersabda dalam salah satu hadisnya bahwa shalat merupakan salah satu ibadah yang menjadi rukun dan rukun Islam yang penting. Nabi SAW menggambarkan shalat sebagai landasan utama yang menopang seluruh bangunan keimanan umat Islam. Rasulullah bersabda:
Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah
Artinya: “Doa adalah tiang agama. “Barang siapa yang memenuhinya, maka dia memelihara agamanya, dan siapa yang meninggalkannya, maka dia menghancurkan agama tersebut,” (HR At-Thabarani) dikutip dari NU Online, Jumat (27/9/2024).
Dari ayat dan hadis di atas dapat dipahami bahwa shalat merupakan kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan dalam keadaan apapun.
Berdasarkan pertanyaan di atas, perlu penulis klarifikasi bahwa penjaga pasien di rumah sakit atau tempat lain hanya penjaga saja, tidak berperan mendesak dalam kesehatan dan rehabilitasi pasien seperti dokter, kata Ustaz Sunnatullah.
Artinya, ada tidaknya dia tidak begitu penting dibandingkan dokter dalam hal yang berhubungan langsung dengan pengobatan, tambahnya.
Selain itu, lanjut Ustaz Sunnatullah, merawat orang sakit tidak termasuk waktu shalat, oleh karena itu yang merawat orang sakit itu yang wajib shalat.
Tugas merawatnya bisa diberikan kepada orang lain saat shalat, yang hanya memakan waktu beberapa menit.
Nah, makna salat lama dalam konteks ini adalah agar manusia tidak berbuat dosa jika menunda salat hingga waktunya habis. Sholat hanya ada dua waktu, yaitu tidur dan lupa.
Barangsiapa yang tidur sebelum waktu salat, kemudian bangun setelah waktu salat, maka ia tidak bersalah. Demikian pula orang yang lupa, tidak berbuat dosa karena lupa.
“Itulah mengapa keduanya mendapat dispensasi dalam Islam karena tidur dan lupa tidak bisa dikendalikan oleh manusia.”
Syekh Salim bin Abdillah Al-Hadrami meriwayatkan:
Kata-kata: Kata-kata: Kata-kata: Dewa Dewa وَالنِّسْيَانُ
Artinya: “Ada dua jenis shalat lama, artinya orang yang menyelesaikan shalat di akhir waktunya tidak berdosa karenanya; (1) tidur; dan (2) melupakan,” (Nailur Raja bi Syarhi Safinatin Naja, [Beirut, Darul Polar Ilmiah: tt], hlm. 59-60).
Oleh karena itu, orang yang merawat pasien di rumah sakit atau di tempat lain tidak boleh melewatkan shalat, karena keadaan ini tidak termasuk dalam kategori meninggalkan shalat.
Jika dia meninggalkan shalat dalam keadaan seperti ini, maka dia berdosa. Seperti yang dikatakan Syekh Nawawi Banten:
Tuhan berdoa وَأَفْحَشِ السَّيِّئَاتِ
Artinya: “Oleh karena itu, wajiblah shalat pada waktu-waktu tersebut. Adapun mendahulukan shalat di luar waktunya atau mengakhiri shalat di luar waktunya, maka itulah sebaik-baiknya hidup najis dan seburuk-buruknya akhlak yang buruk,” (Sullamul Munajah ‘ala Safinatis Shalah, [Beirut, Pilar Darul Ilmiah: tt], hal. 27).
Oleh karena itu, shalat merupakan kewajiban lengkap yang wajib dipatuhi oleh seluruh umat Islam yang telah mencapai umur, bijaksana, laki-laki dan perempuan, serta suci pada saat haid dan perkawinan bagi perempuan. Orang yang memenuhi syarat wajib tersebut tidak diperbolehkan meninggalkan shalat dalam keadaan apapun, termasuk saat merawat orang sakit.
“Bagaimana jika kamu tidak berdoa?” Perlu diketahui, segala kewajiban dalam Islam harus dilakukan sesuai syarat dan waktunya. Jika tidak memungkinkan seperti pada pertanyaan di atas, maka tetap diwajibkan mengganti atau menunaikan qadha di luar waktu yang telah ditentukan.”
Misalnya, jika Anda tidak menunaikan shalat Dzuhur tepat pada waktunya, maka Anda harus mengganti shalatnya sesegera mungkin; Jika anda sangat sibuk mengurus orang yang sakit, maka anda bisa mengikuti pendapat bolehnya menunda salat qadha, seperti pendapat Sayyid Abdullah Al-Hadad, jika tidak suci pikirannya.
وَيَلْزَمُ التَّائِبَ أَنْ يَقْضِيَ مَفَرَّطَ فِيْهِ مِنَ Allah menghendaki baginya مِنْهُ وَيَ كُوْنُ عَلىَ التَّوَاخِ يْرِ تَضیِيقٍ وَلَا تَسَاهُل
Artinya: “Dan orang yang bertaubat wajib mengerjakan (mengganti) kewajiban-kewajiban yang lalai, seperti shalat, puasa, dan zakat. dan tanpa menerima begitu saja,” (Abdurrahman Al-Hadrami, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut: Darul Fikr, tt], halaman 71).