Orang di Atas 50 Tahun yang Kesepian Kronis Berisiko Lebih Tinggi Terkena Stroke
gospelangolano.com, Jakarta – Risiko kesehatan hanya ada pada lansia. Penelitian baru dari Harvard T.H. Chan School of Public Health menemukan bahwa orang dewasa yang mengalami depresi kronis menghadapi risiko stroke 56% lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak.
Tahun lalu, Ahli Bedah Umum Dr. Vivek Murthy menyoroti epidemi depresi dan isolasi sosial secara nasional. Ia juga memperingatkan bahwa kurangnya koneksi sosial meningkatkan risiko kematian dini hingga lebih dari 60 persen.
Kini, para peneliti Harvard mengatakan mereka termasuk orang pertama yang menemukan hubungan antara perubahan kecemasan dan risiko stroke dari waktu ke waktu.
Para peneliti melibatkan 12.161 orang dewasa berusia 50 tahun ke atas yang belum pernah mengalami stroke untuk berbagi informasi tentang kesepian mereka. Empat tahun kemudian, 8.936 orang dewasa yang masih berpartisipasi dalam penelitian ini ditanyai pertanyaan yang sama.
Menurut laporan New York Post, mereka dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan dua hasil berikut – “selalu rendah” (mereka yang mendapat skor rendah dua kali pada skala depresi); “Penurut” (mereka yang mendapat hasil tinggi pada kali pertama dan mendapat hasil rendah pada kali kedua); “start terakhir” (mereka yang mendapat skor rendah di awal dan tinggi setelahnya_; serta “selalu tinggi” (mereka yang mendapat skor tinggi di kedua kali).
Para peneliti menemukan bahwa kelompok “kepatuhan yang lebih tinggi” memiliki risiko stroke 56% lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok “normal”.
Mereka yang termasuk dalam dua kelompok lainnya—yang menyerah dan baru saja mulai—tidak mengalami peningkatan risiko stroke. Peneliti berpendapat bahwa pengaruh depresi terhadap risiko stroke terjadi dalam jangka panjang.
Temuan ini dipublikasikan di eClinicalMedicine.
Menurut penulis utama studi tersebut, penilaian berulang membantu mengidentifikasi mereka yang mengalami depresi kronis.
“Penilaian berulang terhadap depresi dapat membantu mengidentifikasi mereka yang mengalami depresi kronis dan karena itu berisiko lebih tinggi mengalami depresi,” penulis utama Yenee Soh, seorang peneliti di Departemen Ilmu Sosial dan Perilaku.
Sue mencatat bahwa depresi dan isolasi sosial tidaklah sama. Para peneliti Harvard menjelaskan bahwa isolasi sosial adalah tidak adanya kontak antarmanusia atau hubungan yang bermakna, sedangkan kecemasan hanya dirasakan karena hubungan Anda tidak memenuhi kebutuhan Anda akan koneksi.
Tim Soh berharap penelitian lebih lanjut dapat menjelaskan cara kerjanya dan kaitan serangannya.