Migrain Lebih dari Sekadar Sakit Kepala, Kenali Gejala dan Penyebabnya
gospelangolano.com, JAKARTA – Setiap bulan Juni diperingati sebagai “Bulan Peduli Migrain dan Sakit Kepala”. Ketua Satgas Gangguan Otak Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI, dr Tiersa Vera Junita M Epid mengajak masyarakat untuk belajar tentang pentingnya mengatasi gejala migrain.
“Migrain merupakan penyakit yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dan dapat berkembang secara kronis sehingga mempengaruhi fungsi sehari-hari seseorang,” ujarnya, dalam seminar online bertajuk “Migrain bukan sembarang sakit kepala,” Kamis (13/6/2024). . .
Dia mengatakan migrain yang tidak diobati dengan benar dapat menyebabkan masalah kesehatan mental dan penggunaan obat-obatan secara berlebihan, sehingga semakin sulit untuk diobati. Ia menyoroti pentingnya berkonsultasi ke pusat kesehatan jika terjadi sakit kepala yang tidak biasa.
Ahli saraf dari Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (Perdosni), dr Henry Riyanto Sofyan, SpN SubspNN(K), menjelaskan jenis migrain bermacam-macam. Artinya, migrain dengan aura berupa sensasi kilatan cahaya di salah satu lapang pandang sebelum nyeri menyerang. Dan yang paling sering terjadi adalah migrain tanpa aura.
Tergantung pada perjalanan waktunya, migrain dapat dibagi menjadi migrain episodik, yaitu ketika sakit kepala terjadi kurang dari 15 hari dalam sebulan. Kemudian migrain kronis jika sakit kepala terjadi lebih dari 15 hari dalam sebulan dan telah terjadi setidaknya selama tiga bulan.
“Saat menderita migrain, pasien seringkali mengalami mual, muntah, dan kepekaan ekstrem terhadap cahaya dan suara, yang dapat berlangsung berjam-jam hingga berhari-hari,” kata Dr. Henry.
Migrain dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Ini termasuk perubahan hormonal, stres, gangguan tidur, kafein, alkohol, obat-obatan tertentu, serta makanan dan minuman yang terlalu manis atau asin. Pencegahan migrain sebenarnya tidak berbeda dengan penyakit lainnya. Diantaranya adalah tidur yang cukup dan teratur, olahraga, menjaga pola makan, manajemen stres, serta terapi spesifik dan non spesifik di bawah pengawasan dokter.
Migrain lebih sering terjadi pada wanita. Faktor hormonal menjadi pemicunya. Pada dasarnya, wanita muda, tua, dan menopause lebih berpeluang menderita migrain. Insiden serangan migrain yang khas pada wanita meningkat dengan cepat selama masa pubertas, mencapai puncaknya pada tahun-tahun reproduksi, dan menurun setelah menopause.
Dr Henry mengatakan, meski migrain mengancam jiwa, namun migrain bukanlah penyakit yang tidak bisa dikendalikan. “Migrain bisa dikendalikan. Hidup dengan migrain sangat mungkin terjadi, kuncinya adalah mengenali kapan penyakit ini muncul dan bagaimana respon terapinya,” ujarnya.