Masuk Musim Mudik Lebaran, Rupiah Ditutup Perkasa Lawan Dolar AS
gospelangolano.com, Jakarta Indeks dolar Amerika Serikat (USD) melemah pada Jumat 5 April 2024 menjelang akhir pekan dan libur Idul Fitri.
Ekspektasi data utama non-farm payrolls USD telah melemahkan suku bunga Federal Reserve.
Selain itu, terdapat risiko peningkatan konflik di Timur Tengah karena Iran mengancam akan melakukan tindakan militer terhadap Israel, sebuah risiko yang sebagian besar masih diredam. Karena hari libur di pasar Tiongkok, perdagangan regional melemah.
“Komentar cerdik dari pejabat Federal Reserve juga mendukung dolar setelah Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari mengatakan inflasi yang tinggi dapat menyebabkan bank sentral tidak menurunkan suku bunga sama sekali pada tahun 2024,” kata Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam catatan tertulis. pemaparannya, dikutip Jumat (4/5/2024).
Komentar Kashkari mengikuti serangkaian sinyal serupa dari pejabat Fed lainnya. Hal ini menyebabkan kerugian besar di Wall Street dan membuat sebagian besar pedagang waspada terhadap aset berbasis risiko.
Sementara itu, beberapa pejabat senior Jepang di Asia telah memperingatkan bahwa pelemahan yen dapat menyebabkan intervensi pemerintah di pasar mata uang. Hal ini tentu saja merupakan peristiwa yang menyebabkan yen menguat dengan kuat dalam jangka pendek.
“Namun, komentar pejabat BOJ baru-baru ini, serta kenaikan inflasi, menunjukkan bahwa mereka memperkirakan akan melakukan pengetatan kebijakan moneter tahun ini,” jelas Ibrahim. Rupiah akan menguat pada Jumat 5 April 2024
Rupiah ditutup menguat 44 poin pada perdagangan sore Jumat (5/4), meski sebelumnya sempat melemah 25 poin menjadi 15.848 dari penutupan sebelumnya di 15.892.
Sementara itu, rupee berfluktuasi antara 15.810 dan 15.870 pada perdagangan 16 April 2024, namun diperkirakan akan ditutup menguat.
Posisi cadangan devisa Indonesia terus mengalami penurunan pada Maret 2024.
Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa Indonesia mencapai US$140,4 miliar pada akhir Maret 2024, naik dari US$144,0 miliar pada akhir Februari 2024.
Penurunan tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah, kebutuhan likuiditas mata uang asing perusahaan, dan perlunya stabilisasi nilai tukar rupee terhadap tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global.
Dalam hal ini, cadangan devisa tersebut setara dengan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan pembiayaan impor dan pembayaran utang pemerintah luar negeri serta berada di atas standar kepatuhan impor internasional sekitar 3 bulan.
Meski mengalami penurunan, Ibrahim melihat posisi cadangan devisa masih tinggi.
Selain itu, Bank Indonesia juga meyakini cadangan devisa mampu mendukung stabilitas sektor eksternal dan menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, ujarnya.
Ke depan, cadangan devisa Bank Indonesia tetap memadai, stabil, dan masa depan perekonomian nasional terjaga, sejalan dengan sinergi respons bauran kebijakan Bank Indonesia. “Dan pemerintah menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” pungkas Ibrahim.