Lika Liku Kehidupan Soesalit Djojoadhiningrat, Pasca Ibunda RA Kartini Meninggal Dunia
gospelangolano.com Life – Raden Adjeng (RA) Kartini adalah salah satu aktivis hak-hak perempuan. Kartini dikenal blak-blakan dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Diketahui, ia ingin perempuan di Indonesia saat itu berhak mengenyam pendidikan dan belajar.
Namun sayang, perjuangan Kartini untuk emansipasi perempuan berakhir pada usia 25 tahun. Ia meninggal pada 17 September 1904, empat hari setelah melahirkan putranya Soesalit Djojoadiningrat pada 13 September 1904.
Kisah Soesalit Djojoadiningrat yang meninggal dunia juga menyedot perhatian publik saat perayaan Hari Kartini pada 21 April setiap tahunnya. Mari kita lanjutkan menelusuri seluruh artikel di bawah ini.
Lantas, bagaimana kehidupan Soesalit Djojoadhiningrat setelah ditinggal ibunya? Demikian rangkuman informasi yang dilansir dari berbagai sumber.
Ia menjadi yatim piatu saat berusia 8 tahun
Laporan dari berbagai sumber menyebutkan bahwa Soesalit Djojoadiningrat adalah neneknya, Ngasirah atau Ny. Mangunwikrimo tumbuh dewasa sebelum kembali ke ayahnya, K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.
Namun saat berusia delapan tahun, Soesalit Djoadhiningrat kehilangan ayahnya yang meninggal dunia.
Soesalit Djojoadhiningrat kemudian diasuh oleh kakak laki-lakinya, Abdulkarnan Djojoadinigrat, yang kemudian menggantikan ayahnya sebagai raja Rembang.
Pelatihan
Meski kakaknya hengkang, Soesalit Djojoadiningrat bersekolah di sekolah yang sama dengan Kartini, yaitu Sekolah Turai Lagere (ELS) dan lulus pada tahun 1919.
Setelah lulus, Soesalit Djojoadhiningrat melanjutkan pendidikannya di Hogere Burger School Semarang dan lulus pada tahun 1925. Ia juga diketahui pernah belajar di Opleiding Voor Inlandsche Ambtenaren School.
Bergabunglah dengan PETA
Soesalit Djojoadiningrat adalah anggota Tentara Dalam Negeri pada masa pendudukan Jepang. Ia pernah mencapai pangkat Mayor Jenderal. Namun akibat hasil Re-Ra (Reorganisasi-Rasionalisasi TNI Tahun 1948), pangkatnya diturunkan menjadi kolonel.
Menjadi anggota Komite Umum 3
Dalam program Re-Ra, Soesalit Djojoadiningrat dilantik sebagai anggota Komisi Umum ke-3 dimana beliau diangkat sebagai wakil dari eks Lingkaran PETA dan Laskar, sedangkan Mayjen Suwardi mewakili eks KNIL dan Abdul Haris Nasution mewakili generasi muda. petugas.
Pernah menjadi Panglima Divisi III Diponegoro
Amir Sjarifoedin mengangkat Soesalit Djojoadhiningrat menjadi komandan Divisi III Diponegoro pada Oktober 1946-Maret 1948 karena dipandang sebagai orang kuat di tentara Republik.
Sebuah posisi bergengsi
Selain menjadi Panglima Divisi III Diponegoro, Soesalit Djojoadhiningrat juga menjabat sebagai Panglima Brigade V Divisi II Cirebon hingga tahun 1946.
Soesalit Djojoadhiningrat juga menjadi panglima wilayah Kedu dan sekitarnya pada tahun 1948.
Dia ditugaskan sebagai perwira militer
Soesalit Djojoadhiningrat diangkat menjadi perwira militer di Kementerian Pertahanan saat berusia 44 tahun. Penarikannya menyusul insiden Madyun tahun 1948.
Nama Soesalit Djojoadiningrat menjadi sorotan karena dekat dengan sayap kiri dan kanan.
Ingatlah kakak laki-lakinya, Abdulmadjid Djoadiningrat, juga seorang sosialis saat belajar di Belanda. Kakaknya berteman dengan Amir Sharifoedin, Amir berhubungan dengan Musso yang saat itu menangani urusan Madiun.
Dia meninggal pada usia 57 tahun
Soesalit Djojoadhiningrat meninggal dunia dalam usia 57 tahun pada 17 Maret 1962. Ia dimakamkan di Pemakaman RA Kartini bersama keluarganya di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang.
Soesalit Djojoadiningrat juga diketahui memiliki seorang putra bernama R.M. Boedhy Setia Soesalit. Warga Kecamatan 7 Tangsel, Perencanaan Wali Kota Benyamin: Memberi Kehidupan Lebih Baik. Perencanaan kawasan kumuh melibatkan berbagai kegiatan fisik mulai dari jalan dan saluran air. Setelah itu, ada pula struktur dinding yang akan dihiasi taman vertikal. gospelangolano.com.co.id 31 Mei 2024