Konflik Iran-Israel Ancam Ketahanan Pangan Nasional
gospelangolano.com, JAKARTA – Asisten Direktur BUMN Research Group Institute of Management Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan, gejolak geopolitik di Timur Tengah seperti perang Iran dengan Israel tidak hanya berdampak pada sektor keuangan dan komoditas di Indonesia. Toto mengatakan hal ini akan berdampak pada ketahanan pangan Indonesia. Toto mengatakan serangan Iran terhadap Israel telah meningkatkan ketegangan yang dapat mempengaruhi pasokan bahan makanan, terutama yang berasal dari luar negeri.
Toto mencontohkan ketahanan pangan berkaitan dengan ketersediaan pupuk dalam negeri. Sementara bahan baku pupuk sebagian berasal dari Timur Tengah dan Eropa Timur.
“Ketergantungan impor bahan baku pupuk dari Timur Tengah dan kawasan Eropa Timur seperti Rusia tentu cukup berisiko bila terjadi keadaan darurat seperti perang di sana,” kata Toto saat dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Toto mengatakan salah satu pupuk yang membutuhkan bahan baku dari luar negeri adalah pupuk NPK, khususnya unsur P (fosfat) dan K (kalium) yang berasal dari Rusia. Oleh karena itu, gejolak geopolitik berdampak pada komoditas-komoditas penting pendukung pertanian.
“Jika pasokan pupuk terganggu, otomatis rantai pasokan pangan juga terganggu. Produksi produk pertanian utama seperti beras bisa menurun,” lanjut Toto.
Dengan kondisi seperti ini, kata Toto, impor beras juga relatif lebih sulit. Situasi ini menimbulkan kerentanan pada sektor keamanan pangan di Indonesia. Toto mengatakan, ada beberapa langkah yang perlu diprioritaskan, mulai dari diversifikasi pasokan bahan baku pupuk atau mulai mengambil inisiatif sumber bahan baku pupuk di Timur Tengah, seperti yang telah dilakukan Tiongkok selama beberapa tahun.
Langkah lainnya, jika produksi pupuk dalam negeri menurun, maka harus dibuka keran pupuk impor agar kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi, kata Toto.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mewanti-wanti BUMN untuk mengantisipasi dampak gejolak ekonomi dan geopolitik dunia. Erick mencontohkan, inflasi AS sebesar 3,5 persen membuat langkah The Fed menurunkan suku bunga acuan (Fed Funds Rate) tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
Situasi geopolitik juga semakin bergejolak pasca konflik Israel dan Iran memanas beberapa hari lalu, kata Erick di Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Erick mengatakan, situasi tersebut memicu penguatan dolar AS terhadap rupee dan tentu saja kenaikan harga minyak WTI dan Brent yang masing-masing menyentuh US$85,7 dan US$90,5 per barel.
“Beberapa ekonom memperkirakan harga minyak bisa mencapai $100 per barel jika konflik menyebar ke Amerika Serikat,” lanjutnya.
Erick menyebut keduanya sempat melemahkan rupiah hingga Rp16.000-16.300 per dolar AS dalam beberapa hari terakhir. Nilai tukar ini bahkan bisa mencapai lebih dari Rp16.500 jika ketegangan geopolitik tidak mereda.
Erick menilai situasi ekonomi dan geopolitik telah dan akan berdampak pada Indonesia melalui keluarnya dana investasi asing yang akan memicu pelemahan rupiah dan kenaikan imbal hasil obligasi. Ada pula biaya impor bahan mentah dan pangan yang semakin mahal akibat terganggunya rantai pasok.
Dan itu akan menggerus neraca perdagangan Indonesia, kata Erick.
Oleh karena itu, Erick meminta BUMN mengambil langkah cepat untuk meminimalisir dampak global dengan mengkaji biaya operasional investasi, jatuh tempo utang, rencana aksi korporasi, serta melakukan stress test untuk melihat kondisi BUMN dalam situasi saat ini.