Kekayaan Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.003 Triliun, Sahamnya Masuk Jajaran Big Cap di BEI
gospelangolano.com, Jakarta – Nama pengusaha Prajogo Pangestu masih menjadi sorotan. Selain itu, kata kunci Prajogo Pangestu kembali masuk daftar Google Trends.
Ia pun menyamai kekayaan Prajogo Pangestu yang mencapai 1000 triliun rupiah, yang merupakan rekor pertama orang di Indonesia yang kekayaannya melebihi 1000 triliun rupiah.
Berdasarkan data real-time Forbes, per 14 Mei 2024, kekayaan bersih Prajogo Pangestu mencapai USD 62,2 miliar atau sekitar 1,003 triliun (sekitar USD 16.127 per Rupee). pada hari Selasa minggu ini.
Namun posisi Prajogo Pangestu berada di urutan ke-25 dalam daftar orang terkaya dunia versi Forbes. Lantas dari mana asal kekayaan Prajogo Pangestu?
Menurut Forbes, sumber kekayaan Prajogo Pangestu berasal dari sektor bisnis petrokimia dan energi.
Adapun Prajogo Pangestu, putra seorang pedagang karet, memulai usahanya pada akhir tahun 1970-an. Perusahaannya, Barito Pacific Timber, go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 1993 dan berganti nama menjadi Barito Pacific pada tahun 2007 setelah bisnis perkayuan mengalami penurunan.
Pada tahun 2007, Barito Pacific mengakuisisi 70% saham perusahaan petrokimia yang terdaftar di BEI, Chandra Astri. Pada tahun 2011, Chandra Asri bergabung dengan Tri Polita Indonesia untuk menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia. Sedangkan Tayil mengakuisisi 15 persen saham Chandra Asr pada Juli 2021.
Setelah perusahaan pertambangan batu bara miliknya Petrindo Yaya Kreasi (CUAN) go public pada Maret 2023, Prajogo Pangestu mencatatkan perusahaan energi terbarukan PT Barito Renewables Energy Tbk di BEI pada Oktober 2023.
Prajo Pangestu mengendalikan beberapa emiten BEI, antara lain PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT. Petroza Tbk (PTRO).
Di antara perusahaan-perusahaan yang dikelolanya, emiten yang dikuasai Prajogo Pangestu merupakan saham-saham dengan kapitalisasi pasar atau saham berkapitalisasi besar di BEI.
Bahkan, peringkat pertama diraih oleh PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN). Kapitalisasi pasar saham BREN tercatat Rp 1,264 triliun pada Senin 13 Mei 2024. Pada perdagangan kemarin, saham BREN melemah 2,07 persen di Rp 9.450.
Disusul PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang mencatatkan kapitalisasi pasar Rp 1,162 triliun. Selanjutnya, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) mencatatkan kapitalisasi pasar sebesar Rp 712 triliun.
BREN pertama kali menggantikan kapitalisasi pasar BBCA pada akhir tahun 2023. Kapitalisasi pasar BREN mencapai Rp1,077 triliun pada 8 Desember 2023, sedangkan kapitalisasi pasar saham BBCA sekitar Rp1,068 triliun.
Selain BREN, emiten lain yang dikelola Prajogo Pangestu adalah PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) berkapitalisasi besar. Kapitalisasi pasar saham TPIA mencapai 696 triliun pada Senin 13 Desember 2024. Saham TPIA menguat 0,94 persen ke Rp 8.050 pada perdagangan kemarin.
Sebelumnya, pada penghujung tahun 2023, komposisi penghuni pasar saham terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) itu berubah. Pendatang baru PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menggantikan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebagai emiten dengan kapitalisasi terbesar di pasar saham BEI.
Berdasarkan data BEI, hingga Jumat (8/12/2023), kapitalisasi pasar saham BREN mencapai Rp 1,077 triliun menduduki peringkat pertama penerus BCA.
Kenaikan harga saham BREN mendorong kapitalisasi pasar saham BREN ke posisi tertinggi di BEI. Pada Jumat 8 Desember 2023, harga saham BREN naik 3,87 persen menjadi Rp 8.050 per saham.
Saham BREN dibuka menguat 50 poin pada Rp 7.800 per saham. Saham BREN sempat tertinggi Rp 8.175 dan terendah Rp 7.750. Total frekuensi perdagangan sebanyak 20.029 kali dan volume perdagangan sebanyak 504.243 lembar saham. Rp 405,1 miliar.
Dihitung dari harga pembukaan Rp780 per saham, harga saham BREN naik sekitar 932,05 persen.
Kapitalisasi pasar saham terbesar kedua adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Kapitalisasi pasar saham BCA tercatat Rp 1,068 triliun.
Pada akhir perdagangan Jumat 8 Desember 2023, harga saham BCA turun 0,85 persen menjadi Rp 8.750. Harga saham BBCA turun 25 poin menjadi Rp 8.800 per saham.
Saham BBCA sempat tertinggi Rp 8.850 dan terendah Rp 8.750. Total frekuensi perdagangan sebanyak 15.021 kali dengan volume 624.430 lembar saham dan nilai Rp 547,9 miliar. Secara year to date (ytd), harga saham BBCA menguat 2,34 persen.
Selanjutnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) berada di peringkat ketiga. Kapitalisasi pasar saham BBRI tercatat sebesar Rp 806 triliun. Harga saham BBRI turun 1,83 persen menjadi Rp 5.375 pada Jumat 8 Desember 2023.
Saham BBRI dibuka menguat 50 poin menjadi Rp 5.425. Saham BBRI sempat tertinggi Rp 5.450 dan terendah Rp 5.375. Total frekuensi perdagangan sebanyak 10.524 kali dengan volume perdagangan sebanyak 1.436.850 lembar saham. Pada Jumat 8 Desember 2023, nilai transaksinya sebesar 777,1 miliar. YTD, harga saham BBRI naik 8,81 persen.
Sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,35 persen menjadi 7.159,59 pada Jumat 8 Desember 2023. IHSG terhenti di 7.134,62. Tertinggi IHSG sebesar 7201,62 dan terendah sebesar 7123,03.
Sebanyak 228 saham menguat, memimpin IHSG. Namun 297 saham melemah. 240 saham tetap di tempatnya. Total frekuensi perdagangan sebanyak 1.380.651 kali dan volume perdagangan sebanyak 30 miliar lembar saham. Nilai transaksi hariannya Rp 14,2 triliun.
Pengawas pasar modal Desmond Weera mengatakan kapitalisasi pasar saham BREN yang menyalip BCA merupakan sebuah anomali. Namun dia yakin ini adalah fenomena umum di pasar saham.
“Ini anomali yang luar biasa. Tapi perlu dicatat anomali biasa terjadi di pasar saham. Saya sering bilang di pasar saham, apa pun bisa terjadi,” ujarnya saat dihubungi gospelangolano.com.
Desmond mengatakan, tidak masuk akal jika harga saham BREN naik. “Mahal sekali dari segi valuasi. Price-to-book (PEB) di 271 dan price-earning (PER) di 617,” ujarnya.
Desmond mengatakan meski harga saham BREN menarik, namun dengan kenaikan harga saham, investor harus berhati-hati. Karena harga saham suatu saat akan berhenti naik.
“Pestanya pasti berakhir. Entah kapan. Bisa segera, bisa lama. Tapi investor diimbau jangan marah-marah dengan FOMO atau takut kehilangan keuntungan,” ujarnya.
Desmond mengatakan risikonya lebih besar dibandingkan melakukan investasi lebih awal ketika harga saham terlalu tinggi.
“Sebaiknya investor fokus pada saham-saham lain yang fundamentalnya fundamental dan valuasinya murah. Bukan hanya BREN saja, tapi saham-saham lain juga ada di bursa,” ujarnya.