Kaprodi Anestesiologi FK Undip Jadi Tersangka Kasus PPDS Aulia Risma, IDI Siapkan Langkah Pembelaan
gospelangolano.com, Jakarta – Kasus meninggalnya mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesi (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Aulia Risma Lestari memasuki babak baru.
Kepala Program Penelitian Anestesiologi (Caprodi) Sekolah Tinggi Kedokteran Andip (FK) Dr Taufik Eko Nugroho telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Tak hanya Taufik Namun Sri Mariani, kepala medis proyek penelitian anestesi FK Undip, dan dokter senior Risma, dokter residen berinisial ZYA, juga menjadi tersangka.
Direktur Humas Polda Jateng sekaligus Kapolres Atanto, Selasa (24/11), mengatakan, “Tersangka ada tiga orang. Satu orang adalah sepuluh bersaudara. Yang satunya lagi Kakak SM dan Kakak ZYA, dua perempuan dan satu laki-laki.” Liputan Channel6.
Terkait hal tersebut, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tengah menyiapkan pembelaan terhadap ketua proyek penelitian anestesiologi Undip, seperti disampaikan Beni Satria, Direktur Kantor Hukum Pembinaan dan Perlindungan. Anggota Pengurus IDI
Menurut dia, langkah tersebut sedang dipersiapkan oleh Unit Urusan Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI.
“BHP2A PB IDI dan BHP2 IDI Semarang sedang berdiskusi, mendampingi dan menyiapkan langkah-langkah perlindungan dan pemberian bantuan hukum kepada rekan-rekan dokter yang didakwa. Tim IDI saat ini masih melanjutkan diskusi dengan tim kuasa hukum Undip,” kata Beni, Rabu (2024). ) dijelaskan dalam keterangannya pada 25 Desember 2016.
Langkah pembelaan ini menarik perhatian Mishal Ahmed, pengacara keluarga Dr. Reesma, yang mengatakan sebaiknya IDI memberikan pendampingan hukum kepada keluarga Dr. yang juga merupakan anggota IDI
“Aneh kalau pengacara sepertinya tidak memahami hukum,” kata Beni. “Dia seharusnya memahami hal itu dalam sistem hukum saat ini Asas praduga tak bersalah adalah salah satu prinsip dasar.”
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap orang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah berdasarkan keputusan hukum yang tetap, tambahnya.
Oleh karena itu, sikap IDI dalam mendukung tersangka dokter tidak bisa langsung dimaknai sebagai pembenaran atas dugaan perbuatannya. Hal ini lebih pada memastikan hak hukum dokter digunakan dalam proses pengadilan.
“Di bawah hukum Baik tersangka maupun korban mempunyai hak yang sama atas bantuan dan perlindungan,” ujarnya.
Lebih lanjut Beni menyampaikan bahwa IDI sebagai organisasi profesi Memiliki tanggung jawab etis dan hukum untuk mendukung anggota. termasuk tersangka dalam proses hukum
Dukungan ini bukan berarti mengabaikan hak-hak korban. Namun sebatas memastikan proses hukum berjalan adil dan tidak melanggar hak anggota IDI.
“Proses hukum harus dilakukan secara seimbang dan adil. Tujuan IDI memberikan pendampingan kepada tersangka adalah untuk menjamin terlindunginya hak-haknya. Dan bukan untuk membenarkan tindakan yang tidak wajar,” jelas Beni –
Beni juga mengatakan hal itu dalam kasus ini Dukungan IDI terhadap anggota yang bersangkutan merupakan bagian dari mekanisme organisasi untuk melindungi integritas anggotanya sebelum mengambil keputusan hukum yang mengikat.
“Kami berharap semua pihak menghindari keputusan sepihak dan memberikan ruang untuk melanjutkan proses hukum.”
Jika tersangka kemudian terbukti bersalah, IDI wajib bertindak sesuai Kode Etik Profesi dan peraturan yang berlaku.
“IDI punya tugas memberikan pendampingan kepada tersangka. Bukan dengan mengabaikan korbannya. Tapi karena itu kewajiban organisasi untuk melindungi anggotanya saat litigasi,” tutupnya.