Teknologi
AI, asia pasifik, hacker, IBM, IBM X-Force, IBM X-Force Command Center, IBM X-Force Threat Intelligence Index 2024, Indonesia, Industri Manufaktur, Keamanan Data, Keamanan Siber, Kebocoran Data, Kejahatan Siber, Krisis keamanan siber global, Malware, Pencurian Data, pencurian identitas, Penjahat Dunia Maya, phishing, Ransomware, Tips amankan diri dari serangan siber
Jeffrey Stewart
Indonesia Rentan Serangan Siber, IBM: Perusahaan Harus Waspada Identitas Curian dan Phishing
Read Time:2 Minute, 21 Second
gospelangolano.com, Jakarta – IBM mengumumkan laporan terbarunya tentang tren keamanan siber global, yang disebut IBM X-Force Threat Intelligence Index 2024.
Dalam laporan IBM ini, perusahaan menunjukkan masalah global karena banyak penjahat dunia maya yang menggunakan informasi pengguna.
Baru pada tahun 2023, IBM
Indonesia belum aman dari serangan para pelaku kejahatan siber, mengingat tahun lalu banyak terjadi peretasan dan kebocoran data yang melanda dunia siber tanah air.
“Seperti yang kita ketahui, Indonesia telah menyaksikan banyak insiden keamanan siber, baik di sektor publik maupun swasta,” kata Roy Kosasih, presiden dan CEO IBM Indonesia, dalam keterangannya.
Kawasan Asia-Pasifik merupakan target terbesar ketiga
Oleh karena itu, langkah pertama dalam menganalisis data dan platform kami adalah mengidentifikasi potensi masalah dan permasalahan.
IBM X-Force melaporkan bahwa kawasan Asia-Pasifik akan menjadi target peretasan terbesar ketiga pada tahun 2023, dengan 23 persen insiden.
Kebanyakan peretas menggunakan metode phishing untuk melakukan pekerjaannya, diikuti dengan penggunaan aplikasi publik.
Selain itu, malware adalah bentuk serangan yang paling umum, mencakup 45 persen serangan siber di kawasan Asia-Pasifik. Sebagai pemimpin dalam kategori ini ada ransomware.
Dilaporkan bahwa manufaktur adalah industri yang paling banyak menjadi sasaran penjahat dunia maya dengan 46 persen insiden terjadi sepanjang tahun.
Tentu saja, akibat paling umum dari serangan di area ini adalah pencurian nama domain dan pencurian data.
Namun, pemerasan, perusakan data, dan kebocoran data masih menjadi ancaman utama yang ada.
“Meskipun serangan siber yang menggunakan AI menarik banyak perhatian, kenyataannya bisnis menghadapi tantangan keamanan yang jauh lebih besar dibandingkan aktivitas penjahat siber pada umumnya,” kata Roy.
Penggunaan informasi curian, phishing, dan penggunaan aplikasi publik masih menjadi masalah keamanan utama di tingkat internasional dan nasional.
“Situasi ini bisa menjadi lebih buruk jika penjahat dunia maya mulai menggunakan kecerdasan buatan untuk meningkatkan serangan siber mereka,” tutupnya.
Mengurangi radius kelemahan
Untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh insiden keamanan data, organisasi harus mempertimbangkan penerapan solusi untuk mengurangi jumlah kerentanan sistem.
Suatu insiden dapat mengakibatkan informasi, peralatan, atau data pribadi pengguna.
Hal ini dapat mencakup penerapan infrastruktur kecil, infrastruktur jaringan, dan infrastruktur untuk meningkatkan keamanan, visibilitas, dan daya tanggap terhadap aplikasi dan sistem lama. Uji lingkungan Anda secara kritis dan siapkan rencana respons insiden
Pekerjakan peretas untuk menguji infrastruktur TI Anda guna menemukan kerentanan yang dapat dieksploitasi oleh penjahat dunia maya.
Siapkan juga rencana respons insiden yang sesuai dengan lingkungan Anda untuk meminimalkan waktu yang diperlukan untuk merespons dan pulih dari serangan.
Rencana tersebut harus ditinjau secara berkala dan mencakup tanggapan di seluruh organisasi, melibatkan pemangku kepentingan di luar TI dan menguji jalur komunikasi antara tim teknis dan manajemen. Penekanan pada keterampilan praktis
Organisasi harus fokus pada dasar-dasar adopsi AI: menangkap data pelatihan AI yang mendasarinya, model yang kuat, serta kegunaan dan tolok ukur.
Penting juga untuk menjaga sistem tetap luas dalam hal fitur AI. IBM baru-baru ini merilis rencana komprehensif untuk menerapkan AI generatif guna membantu organisasi secara proaktif menciptakan pertahanan terbaik.