HEADLINE: BPJS Kesehatan Ganti Kelas Perawatan dengan KRIS, Plus-Minusnya?

0 0
Read Time:10 Minute, 28 Second

gospelangolano.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta rumah sakit yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) memperkenalkan layanan Kategori Rawat Inap Standar (KRIS) paling lambat 30 Juni 2025.

Hal itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 (Perpres) tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Jokowi membuat Keputusan Presiden pada 8 Mei 2024.

Berdasarkan Pasal 46A, rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib menyediakan ruangan yang memenuhi standar 12 KRIS sebagai berikut: penerangan ruangan penuh, suhu sekitar 20 – 26 derajat untuk kenyamanan pasien, ruangan perawatan jenis kelamin, anak atau dewasa, dan infeksi. atau tidak. -menular Ini diklasifikasikan menurut penyakit tidak menular. Jumlah maksimal kamar pasien, maksimal jumlah tempat tidur per kamar pasien 4 tirai atau sekat antar tempat tidur.

Rincian 12 poin di atas terkait dengan Undang-Undang Direktur Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2022 tentang petunjuk teknis penyiapan fasilitas rumah sakit dalam pelaksanaan KRIS JKN.

Menurut Kementerian Kesehatan, keberadaan KRIS adalah untuk meningkatkan pelayanan medis di masyarakat. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat akan mendapat pelayanan yang sama dari rumah sakit afiliasi BPJS Kesehatan, baik secara medis maupun non medis, apapun golongannya.

“Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024, tujuannya untuk meningkatkan penyediaan layanan kesehatan kepada masyarakat dan menjamin kelangsungan program tersebut,” Ahmad Irsan A, Kepala Badan Keuangan Kementerian Indonesia. Kesehatan, kata dalam siaran pers. Rapat pada tanggal 15 Mei 2024 di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Senior Kementerian Kesehatan Menteri Budi Gunadi Sadikin. Perkembangan ekuitas menjadi indikasi kehadiran KRIS.

Menteri Kesehatan Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengatakan pada tanggal 14 Mei 2024 di Konaweda, Sulawesi Tenggara, bahwa “standar telah disederhanakan dan kualitas telah ditingkatkan.”

Budi menambahkan, jika ada KRIS, pasien kelas tiga akan terasa seperti kelas-kelas di atas. “Ini kelas 3, jadi semuanya naik ke kelas 2 dan kelas 1.”

Dalam situasi lain, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Dr. Muhammad Syahril mengatakan, jika rumah sakit menggunakan kriteria KRIS maka akan serupa dengan kelompok kedua yang ada saat ini.

“Setara dengan kelompok kedua. Tapi sekarang kelompoknya (pasien) bukan 1, 2. Nanti KRIS (Kelompok Rawat Inap Biasa),” kata Syahril, di Kantor Kementerian Kehidupan, Jakarta, 15 Mei 2024.

Adanya tingkat pelayanan rawat inap melalui KRIS, kata Syahril, disebabkan belum adanya keseragaman sarana dan fasilitas yang diberikan BPJS Kesehatan saat diberikan bantuan kepada peserta JKN.

Prinsip kesetaraan sebenarnya merupakan arahan yang tertuang dalam Undang-Undang SJSN No. 40 Tahun 2004. Asas ketidakberpihakan adalah pemerataan akses terhadap pelayanan kebutuhan medis dan tidak bergantung pada besarnya iuran yang dibayarkan.

Syahril mencontohkan, sebagian besar rumah sakit yang saat ini bermitra dengan BPJS Kesehatan menerima 8 hingga 10 pasien pada layanan rawat inap tingkat ketiga.

Berikutnya, terdapat banyak kamar mandi di luar ruang pasien juga. Selain itu, tidak semua tempat tidur memiliki ruang oksigen. Kini, bel untuk memanggil perawat yang sudah ada di setiap tempat tidur.

“Tergantung pengalaman dan fakta di lapangan, akan dikelola dengan baik. Agar pelayanan medis dan non medis sama adilnya, tidak ada diskriminasi, pasien juga merasa nyaman,” lanjutnya, “Direktur dan manajer RS ​​Fatmavati.

 

Keputusan Presiden No. 59 Tahun 2024 juga mengatur bahwa peserta BPJS Kesehatan yang menerima pengobatan pasien KRIS dapat dipromosikan.

Hal ini tertuang dalam Pasal 51: Peserta dapat memperoleh pengobatan di luar haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang seharusnya dikeluarkan, termasuk dapat meningkatkan perhatian manajemen. meningkatkan layanan.

Artinya, kelompok masyarakat yang mempunyai kemampuan lebih tidak termasuk kemungkinan kenaikan pangkat. Adapun selisih biayanya ditanggung oleh asuransi lain atau dibayar sendiri, kata Ketua Komunitas. Hubungan dengan BPJS Kesehatan Rizzky Nugraha pada konferensi pers bersama Kementerian Kesehatan pada 15 Mei 2024.

Buka opsi pengisian

Adapun cara pembayaran penyelesaian atau perbaikan kondisi dengan asuransi swasta diatur oleh Kementerian Kesehatan atau Kementerian Kesehatan terkait dengan aspek teknis KRIS. Sejauh ini, undang-undang Menteri Kesehatan sedang dibahas. 

Berbagai kajian dan evaluasi atas kerja sama ini akan kami lakukan. Kami akan terus bekerja sama dengan Dewan Nasional Jaminan Sosial dan BPJS Kesehatan untuk mewujudkannya, kata Ahmad Irsan, Kepala Pusat Keuangan Kementerian Kehidupan Indonesia.

Namun Irsan menegaskan, jika peserta BPJS Kesehatan bisa ditingkatkan dari kelompok KRIS menjadi kelompok normal seperti 1 atau VIP di rumah sakit, maka tidak akan terjadi klaim ganda.

Sebenarnya tidak seperti itu (dua laporan). Pihak asuransi swasta tidak mau, BPJS Kesehatan juga tidak mau, ujarnya.

“Kami menyebutnya top-up, jadi BPJS Kesehatan akan membayar sejumlah rupee, tapi bagi yang ingin pelayanan lebih baik (naik ke kelas 1 atau VIP) akan membayar melalui asuransi swasta atau sendiri,” kata Irsan.

Namun, tidak semua peserta BPJS Kesehatan yang berobat di KRIS dapat ditingkatkan ke kategori pengobatan yang lebih tinggi. Peserta yang tidak termasuk dalam promosi kelompok perlakuan adalah peserta Bantuan Iuran (PBI), Peserta Mandiri dengan manfaat pelayanan Kelas 3, dan peserta Pegawai Penggajian (PPU) yang terkena PHK.

Syahril juga mengatakan, program KRIS sebenarnya akan dimulai pada tahun 2023. Tahun lalu, dijadwalkan ada 1.216 rumah sakit yang menerapkan KRIS, namun hanya 995 yang terlaksana.

Sedangkan pada tahun 2024, Kementerian Kesehatan menargetkan 2.432 rumah sakit yang akan menerapkan KRIS. Data terkini per 30 April 2024 menunjukkan terdapat 1.053 rumah sakit yang bersedia menerima pasien kelompok biasa.

Kementerian Kesehatan menargetkan 3.057 rumah sakit nasional menerapkan KRIS bagi peserta BPJS Kesehatan pada 30 Juni 2025.

“Rumah sakit di seluruh Tanah Air berjumlah 3.176. Yang digunakan di KRIS sebanyak 3.057 rumah sakit,” kata Syahril.

Ia berharap pada Juni 2025, sudah ada 3.057 rumah sakit yang siap menerapkan KRIS.

“Sampai Juni 2025, kami akan membangun 3.057 rumah sakit,” ujarnya.

RS Fatmavati telah melatih KRIS sejak tahun 2023

Syahril yang juga Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta mengatakan, rumah sakit yang dipimpinnya telah menyiapkan KRIS sejak tahun 2023. Sehingga, KRIS kini sudah dipasang di ruangan lain.

Syahril mengatakan, penerapan sistem KRIS harus mengeluarkan biaya. Salah satunya melibatkan pemasangan AC di ruang pasien untuk menjaga kenyamanan pasien.

“Sesuai angkanya, kita bisa memberikan miliaran rupee. Kita punya anggaran untuk perbaikan, ada anggaran pemeliharaan, jadi kalau RS ini berdiri, Insya Allah bisa terselamatkan,” kata Syahril.

Diakuinya pula, pada awal penerapan kebijakan tersebut, rumah sakit pemerintah tidak mematuhi aturan bahwa 60% tempat tidur dicadangkan untuk KRIS.

“Awalnya iya (tempat tidur pasien dikurangi). Dulu (kelas 3) satu ruangan untuk 6 orang, sekarang harusnya 4. Oleh karena itu, kami mencari kamar yang ada Kamarnya dulu kurang dari 900, lalu kira-kira seperti itu, tapi sekarang kita akan “membuat seribu tempat tidur lagi,” kata Syahrill.

Diketahui, dalam Undang-Undang Direktur Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2022 tentang KRIS disebutkan bahwa rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan akan menyiapkan 60% tempat KRIS di rumah sakit umum dan 40% tempat tidur. dalam bisnis swasta. rumah sakit.

 

Mengingat kelompoknya hanya satu yaitu KRIS padahal peserta BPJS Kesehatan adalah pasien, maka muncul pertanyaan mengenai penyesuaian iuran.

Kementerian Kesehatan menyatakan perlu adanya pembahasan lebih lanjut terkait penyesuaian iuran BPJS Kesehatan pada periode KRIS.

Terlepas apakah perlu retribusi baru atau insentif baru, maka kita tetap perlu melihat analisanya,” kata Irsan O.

Hal serupa juga dilakukan oleh BPJS Kesehatan, dimana perlu adanya kerjasama dengan berbagai organisasi untuk mendapatkan besaran iuran baru. Mulai dari Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan Kementerian, Kementerian Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

“Tidak mudah untuk mengidentifikasi iuran BPJS Kesehatan. Makanya tidak bisa diajukan iuran sekarang (saat KRIS aktif),” kata Rizki.

Namun menurut Rizzki, hingga saat ini iuran peserta BPJS Kesehatan belum ada perubahan alias tidak ada perubahan. Artinya masih sistem 1, 2 dan 3.

“Sampai saat ini pelayanan kesehatan masih sama seperti sebelum berlakunya Perpres Nomor 59,” kata Rizzki.

Satu-satunya tarif yang mungkin

Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar melihat satu peluang besar dari penerapan sistem KRIS. Artinya, peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak lagi membayar sesuai kelompok yang dipilih.

Donasi yang satu ini tidak lebih dari Rp 150.000, tidak melebihi Rp 100.000, menurut saya antara Rp 35.000 sampai Rp 100.000,- kata Timboel saat dihubungi gospelangolano.com, Kamis (16/5/2024).

Menurut dia, iurannya ditetapkan sebesar Rp75.000 per orang per bulan untuk peserta swasta. Menurutnya, uang tersebut sungguh membebani semua pihak yang terlibat. Mulai dari peserta JKN, penyedia layanan hingga BPJS Kesehatan.

Peserta akan dikenakan biaya ganda bagi peserta pertama yang memilih Kategori 3 dengan tarif Rp 35.000 per bulan. Sedangkan besaran BPJS Kesehatan akan dikurangi dengan hilangnya peserta yang membayar Rp 150.000 atau kelas 1 per bulan.

“Misalnya ditetapkan Rp 70.000, turun Rp 150.000, turun Rp 100.000. Enggak, penurunan ini berarti potensi pendapatan BPJS kesehatan hilang. Artinya mendukung penurunan. Saya bisa bayar lebih, sekarang hanya Rp 70.000,” katanya.

Kedua, peserta (yang membayar) Rp35.000 naik menjadi Rp70.000, mampukah? Masih banyak yang berhutang Rp35.000,- lanjutnya.

Timboel melihat jumlah pinjaman dari peserta BPJS Kesehatan kemungkinan akan meningkat. Untuk melihat peningkatan beban iuran kelompok yang sebelumnya telah memilih kelompok ke 3 dengan pembayaran sebesar Rp 35.000.

Peserta JKN dengan utang tersebut adalah pengangguran. Akibatnya mereka tidak terlayani saat berobat ke puskesmas (tidak nyata).

Sementara itu, Kepala Departemen Komunikasi dan Pelayanan Sosial Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan belum diketahui berapa jumlah yang akan diikutsertakan. Sebab, menurut Nadia, diperlukan kajian dari banyak pihak seperti BPJS Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). 

“Seperti yang kami sampaikan, manfaat BPJS bagi rumah sakit dan biaya donasinya akan diteliti, dianalisis, dan didiskusikan dengan banyak pihak,” kata Nadia melalui pesan singkat, 16 Mei 2024.

Ada kekhawatiran lain terkait penerapan KRIS seperti yang dijelaskan Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar. Setiap ruang pasien KRIS dirancang untuk empat pasien saja. Hal ini membuat pasien kesulitan mendapatkan ruangan.

“Penerapan Kelompok Pasien Umum (KRIS) dapat menghambat peserta JKN mengakses ruang perawatan,” kata Timboel.

Berbicara rencana rombongan saat ini, masih banyak pasien BPJS yang kesulitan mendapatkan kamar. Faktanya, tidak ada batasan jelas berapa persentase pasien BPJS di rumah sakit.

Artinya, peserta JKN dilarang mengakses ruang perawatan di rumah sakit. Meski ruang perawatan kelas 1, 2, dan 3 diperuntukkan bagi pasien JKN, namun masih terdapat kendala dalam mencari ruang perawatan, apalagi nanti dengan KRIS, ketidakpuasan terhadap Pelayanan JKN peserta JKN. muncul,” jelasnya.

Terkait hal tersebut, Kementerian Kesehatan menekankan perbaikan sistem rumah sakit agar tidak menimbulkan beban yang besar bagi rumah sakit. 

“Ini soal bagaimana perpindahan rumah sakitnya,” kata Syahril.

BPJS Kesehatan diketahui menggunakan sistem rujukan yang sistematis. Awalnya, peserta JKN dirujuk ke fasilitas pelayanan primer seperti klinik atau puskesmas. Apabila pasien pada tahap pertama tidak dapat ditangani, maka pasien dirujuk ke tahap kedua, yaitu ke rumah sakit. Apabila tidak dapat diselesaikan maka akan dikembalikan ke perguruan tinggi.

Ketua Asosiasi Pekerja Indonesia (Aspect Indonesia) Mirah Sumirat mengaku bingung dengan rencana Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang menggantikan rencana Kelas 1, 2, dan 3 bagi peserta BPJS Kesehatan.

“Kalau pemerintah kembali mengambil keputusan yang membingungkan masyarakat, membuat senang masyarakat dan sering membuat gaduh, pasti sangat membingungkan,” kata Mirah kepada gospelangolano.com, Kamis (16/5/2024).

Salah satu poin penting adalah terkait jumlah iuran peserta BPJS Kesehatan yang saat ini terbagi dalam sistem kategori 1, 2, dan 3, karena jumlah iuran pada sistem KRIS belum jelas sebelum diterapkan sebelum waktunya. 30 Juni 2025.

“Dengan tersingkirnya kelompok 1, 2, dan 3, masyarakat semakin bingung. Karena bagaimana dengan kontribusinya, apalagi poinnya sampai tahun 2025 masih berlaku untuk kelompok 1, 2, dan 3. Bagaimana?” dia menekankan.

Daripada membingungkan masyarakat, Mirah menyarankan agar pemerintah tidak mengenakan pajak kepada penerima Bantuan Kesehatan Nasional (JKN) (PBI).

“Kalau begitu, alangkah baiknya pemerintah mengambil keputusan yang bisa diterima masyarakat, yakni melepasnya. Itu hanya mencakup seluruh masyarakat yang punya PBI. Artinya, nantinya masyarakat punya akses terhadap kesehatan yang baik. alat gratis,” dia bertanya.

Terkait hal ini, Profesor Tandra Yoga Aditama, Direktur Fakultas Pascasarjana Universitas YARSI, mengatakan beberapa aturan mengenai jenis standar dan kelas standar pasien dalam Perpres tersebut diatur dalam kendali Kementerian.

Artinya, kita masih harus menunggu UU Menteri sebagai bagian dari Perpres yang diumumkan beberapa hari lalu, kata Tjandra menenangkan situasi.

Karena banyaknya pertanyaan mengenai dampak penerapan KRIS terhadap anggaran BPJS Kesehatan ke depan, Tjandra mengatakan akan bermanfaat jika informasi yang dirilis tersebut dibahas secara detail oleh berbagai instansi pemerintah. 

Dengan demikian, masyarakat akan mendapat informasi yang komprehensif, mudah dipahami, dan meyakinkan. Selain itu, alangkah baiknya jika dibangun saluran tanya jawab yang terbuka sehingga masyarakat dapat memperoleh informasi yang benar dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan yang terjadi; katanya, mantan Direktur Asia Tenggara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Terkait Undang-undang Menteri Kesehatan (Permenkes) akibat Perpres tentang KRIS, Kementerian Kesehatan menyatakan saat ini sedang dalam tahap penyusunan.

“Sejak Perpres (ditandatangani) tanggal 8 Mei 2024, kita harus bersabar. Tapi tanggal 1 Juli 2025 sudah selesai dan bisa digunakan,” kata Siti Nadia Tarmizi, Kepala Humas Kementerian. Kesehatan. Kantor Pelayanan.

happy HEADLINE: BPJS Kesehatan Ganti Kelas Perawatan dengan KRIS, Plus-Minusnya?
Happy
0 %
sad HEADLINE: BPJS Kesehatan Ganti Kelas Perawatan dengan KRIS, Plus-Minusnya?
Sad
0 %
excited HEADLINE: BPJS Kesehatan Ganti Kelas Perawatan dengan KRIS, Plus-Minusnya?
Excited
0 %
sleepy HEADLINE: BPJS Kesehatan Ganti Kelas Perawatan dengan KRIS, Plus-Minusnya?
Sleepy
0 %
angry HEADLINE: BPJS Kesehatan Ganti Kelas Perawatan dengan KRIS, Plus-Minusnya?
Angry
0 %
surprise HEADLINE: BPJS Kesehatan Ganti Kelas Perawatan dengan KRIS, Plus-Minusnya?
Surprise
0 %

You May Have Missed

PAY4D