Grab ke Ojol yang Tetap Layani Masyarakat saat Demo: Terima Kasih untuk Terus Berjuang dan Bekerja
gospelangolano.com, Jakarta – Pengendara ojek online (pengemudi ojol) menggelar aksi unjuk rasa di patung kuda, Arjuna Wiwaha, Jakarta pada Kamis (29/08/2024).
Ketegangan muncul di antara para tukang ojek saat aksi damai berlangsung. Pasalnya, mereka masih mengaktifkan aplikasi di tengah perencanaan demo.
Usai perwakilan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bertemu dengan peserta aksi, massa membubarkan diri.
Direktur Pengendalian Pos dan Informatika Gunawan Hutagalung mengaku diperintahkan oleh Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika yang berhalangan hadir.
Gunawan berjanji kepada massa, ia akan segera membicarakan tuntutan pengemudi ojol tersebut kepada aparat penegak hukum.
Sementara itu, Grab Indonesia pada Kamis (29/08/2024) memberikan apresiasi dan rasa hormatnya kepada para pengemudi ojek yang masih melayani masyarakat.
“Kami berterima kasih dan menghormati seluruh mitra yang terus berjuang dan bekerja hingga saat ini. Baik di jalan maupun di kantor, kami bekerja sama sebagai satu keluarga besar untuk memastikan masyarakat menerima layanan yang mereka perlukan dalam menjalankan pekerjaannya,” ujar Direktur. Central Operations Grab Indonesia, Iki Sari Dewi, melalui keterangannya.
Ia memperkirakan sekitar 99,9% mitra pengemudi Grab masih berupaya membantu mobilitas masyarakat dan pengiriman di Jakarta.
“Sebagai mitra, kami meyakini pentingnya kepedulian dan pengertian satu sama lain. Grab selalu mendengarkan segala aspirasi keluarga besarnya dan terus berusaha mengakomodasi hal-hal yang menjadi prioritas mitra,” tambah Dewi.
Oleh karena itu pintu Grab selalu terbuka untuk komunikasi yang bersahabat, masyarakat dan komunitas, baik melalui acara khusus maupun diskusi kecil, karyawan kami hadir untuk mitra di seluruh daerah dan kota. Siap mendengarkan, merespon dan terus berkomunikasi dengan mitra (ojol) , ”pungkasnya.
Koalisi Nasional Ojol (KON) menggelar acara pada Kamis (29/08/2024) di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat. Mereka menginginkan adanya aturan yang jelas mengenai tarif bagi pengguna jasa jika tidak diumumkan ke masyarakat karena khawatir masih akan terjadi kesewenang-wenangan dari pihak pemohon.
Hal itu disampaikan Kepala Bagian Hukum Koalisi Nasional Ojol Rahman Thohir. Ia terlibat dalam memediasi aspirasi ribuan tukang ojek dari berbagai perusahaan.
“Aksi ini murni diprakarsai oleh Koalisi Nasional Ojol (KON) yang tuntutannya hari ini adalah revisi atau penambahan pasal Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01 Tahun 2012 tentang Tarif Jasa Pos Komersial. Sejauh ini, kami menganggap tidak ada aturan mainnya, sehingga “perusahaan aplikasi bermain sewenang-wenang dengan harga yang tidak manusiawi,” kata Rahman kepada wartawan, Kamis (29/08/2024).
Rahman Thohir mendesak revisi aturan Kominfo. Kemudian dia memperkenalkan pasal 1 ayat 5 yang menyatakan pemerintah tidak menunjuk jasa pos komersial. Hal ini berdampak pada harga yang kemudian tertinggal di pasar.
“Itu yang kita harapkan. Makanya pemerintah ingin mengatur harga, misalnya mengatur tarif naik kendaraan, dengan tarif yang semakin lama semakin tinggi sehingga aparat tidak berbuat seenaknya,” ujarnya.
Lanjut Rahman, khusus untuk pengiriman barang dan makanan. Ada beberapa program yang dibuat oleh operator yang dinilai tidak manusiawi.
“Ada diskon Rp5 ribu, Rp6 ribu, Rp7 ribu. Dengan tarif segini, kita bisa membayangkan apakah bisa menghadapi kehidupan saat ini,” ujarnya.
Makanya kami turun lapangan hari ini meminta pemerintah mengkaji ulang atau melengkapi pasal ini. Agar aplikator tidak sembarangan menentukan harga, lanjutnya.
Rahman menyatakan, demo ojek ini diikuti oleh 5.000 orang pengemudi ojek Jabodetabek dan beberapa perwakilan dari Lombok, Surabaya, Jambi, dan Yogyakarta.
Selain soal aturan tarif, mereka juga menuntut adanya payung hukum yang mengawasi para pengemudi ojek. Ia menilai situasi hukum ojol saat ini juga belum jelas.
“Ojola-ojola tersebut masih belum memiliki payung hukum yang jelas. Baik legal maupun ilegal, kami bisa beroperasi. Secara de facto, ojola-ojola tersebut diakui oleh masyarakat, bangsa, negara, namun secara de jure kita belum memiliki aturan hukum mengenai hal tersebut. , ” katanya.