Butuh Dana Besar, Pemanfaatan EBT Masih Optimal
gospelangolano.com, Jakarta Penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia masih belum terbaik. Untuk itu, perlu diterapkan berbagai skema pembiayaan untuk meningkatkan penggunaan energi bersih.
Menurut Direktur Eksekutif CORE Mohamed Faisal, pemanfaatan EBT di Indonesia masih jauh dari target. Pemerintah telah meningkatkan bauran energi nasional menjadi 19,49% pada tahun 2024 dan diperkirakan mencapai 23% pada tahun 2025.
“Pemanfaatan EBT masih jauh dari target, apalagi jika dibandingkan dengan besarnya potensi EBT di Indonesia, seperti tenaga surya, angin, air, panas bumi, dan lain-lain,” kata Faizal, Senin (7/10/2024).
Menurutnya, penggunaan EBT memerlukan investasi awal yang besar, namun biaya produksi jangka panjang bisa sangat menguntungkan. Oleh karena itu, kombinasi insentif investasi, tanggung jawab sosial perusahaan, dana internasional, perdagangan karbon dan dana lainnya diperlukan untuk mengimbangi biaya awal yang tinggi. Menggunakan EBT
Ia menambahkan, percepatan pemanfaatan EBT memerlukan kapasitas politik yang kuat dan strategi yang serius dari pemerintah dan pemangku kepentingan.
“Pendanaan investasi EBT sebenarnya bisa berasal dari berbagai sumber, tidak hanya mengandalkan APBN,” ujarnya.
Perusahaan pengembang panas bumi Star Energy Geothermal, anak usaha PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), akan meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) secara signifikan sebesar 102,6 MW.
CEO Barito Renewables Hendra Tan mengatakan perusahaan meningkatkan kapasitas terpasang dengan meningkatkan proyek dan menambah kapasitas baru untuk mendukung upaya Indonesia mencapai tujuan nol emisi bersih.
“Dengan meningkatkan dan meningkatkan kapasitas pembangkitan yang ada, kami memastikan masa depan energi bersih yang berkelanjutan dan efisien di negara ini,” kata Hendra.
Ia mengatakan secara total Star Energy Geothermal akan meningkatkan kapasitasnya menjadi 102,6 MW dan direncanakan investasi sebesar 346 juta dolar.
Upaya peningkatan kapasitas antara lain penambahan unit Salak 7 sebesar 40 MW dan penambahan pembangkit baru seperti Vohin Windu 3 yang mampu menambah daya 30 MW.
Kemudian peningkatan kapasitas unit eksisting yaitu upgrade Wayang Windu unit 1 dan 2 dengan peningkatan sebesar 18,4 MW, upgrade Salak unit 4, 5 dan 6 yang meningkat sebesar 7,2 MW, unit Darajat meningkat sebesar 7 MW. MW. .
Berikutnya adalah kerjasama layanan laboratorium dengan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk yang fokus pada pengambilan sampel dan analisis fluida panas bumi untuk lebih efisiensi operasional dan kepatuhan terhadap prinsip peningkatan tata kelola perusahaan. Pembangunan proyek-proyek tersebut di atas akan meningkatkan kapasitas PLTU Wayang Windi dari 230,5 MW menjadi 278,9 MW, PLTU Salak dari 381 MW menjadi 428,2 MW, dan Darajot dari 274,5 MW menjadi 281,5 MW.
Sebelumnya, CEO EBTKE Sahid Junaedi menyatakan Indonesia memiliki potensi energi baru dan terbarukan yang besar. Namun, meskipun negara tersebut menargetkan emisi nol bersih pada tahun 2060, penggunaan saat ini hanya sekitar 0,3% dari total potensi EBT.
Hal ini disampaikan Sahid Junaedi menanggapi peluncuran buku “Fiqh Energy Justice” di Jakarta yang bekerja sama dengan Greenfaith dan MOSAIC (Muslims for Joint Action on Climate Impact).
“Kami sangat mengapresiasi upaya Muhammadiyah dalam mendukung transmisi energi. Sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, dukungan Muhammadiyah terhadap program pemerintah sangat penting, dan dengan buku fantastis ini, kami optimis umat Islam dapat mendukung transmisi energi lebih luas lagi. Tujuan .2060 untuk mencapai net zero emisi,” ujarnya, Selasa (1/10/2024). menunjukkan
Lebih lanjut Zahid menjelaskan, pemerintah saat ini sedang menyusun rancangan undang-undang energi baru terbarukan. Dokumen ini diharapkan menjadi dasar yang kuat bagi pemerataan frekuensi terkait transmisi energi dan kerangka hukum bagi kebijakan pengembangan energi terbarukan Indonesia.
Sebelumnya, Majelis Lingkungan Hidup (MLH), Pimpinan Pusat Muhammadiyah memaparkan buku “Hukum Energi”. Penerbitan buku ini merupakan respon penting terhadap berbagai tantangan pengelolaan energi dan menekankan perlunya paradigma baru untuk menciptakan kelestarian lingkungan melalui program transisi energi yang adil dan bersih.
Yurisprudensi transisi energi yang berkeadilan merupakan langkah nyata dalam Muslim Minute for a Sustainable Indonesia yang diluncurkan pada tahun 2021, dimana berbagai organisasi Islam dan pemerhati isu iklim yang terkait dengan MOSAIC siap bekerja sama dalam berbagai inisiatif solusi iklim.
Buku ini menekankan bahwa penggunaan listrik harus melampaui pendekatan ekonomi, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan, konservasi sumber daya, dan kesetaraan sosial dan ekonomi.