BPJS Kesehatan Klarifikasi Dugaan Potensi Kerugian Capai Rp20 T Akibat Fraud
gospelangolano.com, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto meminta tindakan preventif dan sanksi berat jika terbukti penipuan BPJS Kesehatan kembali terjadi.
Pernyataan Edy menanggapi laporan kerugian finansial akibat penipuan di BPJS Pelayanan Kesehatan yang mencapai 10 persen seperti diungkapkan Wakil Komisioner Pencegahan Penipuan (KPK) Alexander Marwata. Nilai kerugian tersebut jika dikonversikan ke nilai perkiraan mencapai Rp 20 juta.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan ditemukannya penipuan klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) senilai Rp35 miliar di tiga rumah sakit.
Menurut Edy, praktik curang atau kemungkinan praktik curang terkait pelayanan kesehatan juga banyak ditemukan di negara lain sehingga ada kekhawatiran atas temuan komisi antirasuah tersebut.
“Banyak bukti dari berbagai negara tentang kemungkinan terjadinya penipuan, hal ini patut menjadi perhatian banyak pihak,” ujarnya.
Ia mencontohkan, data FBI di Amerika menunjukkan potensi kerugian akibat penipuan layanan kesehatan sebesar 3-10% dari dana yang dikelola. Data lain dari penelitian Universitas Portsmouth menunjukkan bahwa penipuan di Inggris terjadi antara 3 dan 8 persen transaksi.
“Penipuan layanan kesehatan terbukti dapat menimbulkan kerugian negara yang signifikan,” kata Edy dalam siaran persnya, Rabu (25/9/2024).
Politisi PDI Perjuangan ini mencontohkan kemungkinan kerugian akibat penipuan, sekitar 7,29% dana kesehatan dunia dikelola setiap tahunnya. Selain itu, berdasarkan data Simanga Msane dan Qhubeka Forensic Services dan Qhubeka Forensic Services yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia, penipuan di Afrika Selatan berkisar antara US$0,5 miliar (sekitar Rp 7,5 miliar) hingga 1 juta (menyebabkan kerugian sekitar Rp. 15 miliar). Organisasi (WHO) 2011.
*Artikel ini telah direvisi judul dan isinya pada hari Jumat 27 September 2024 pukul 10.30.
Di Indonesia, kata Edy, ada sanksi bagi pelaku penipu. Hal itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2008. Nomor 82 Tahun 2018 yang menyatakan sanksi dapat berupa tindakan administratif sampai dengan pemutusan kerjasama dengan rumah sakit.
“Pasal 93 ayat (4) Perpres Nomor 82 Tahun 2018 boleh saja mengkriminalisasi penipuan, namun sejauh ini penipuan BPJS Kesehatan belum dikriminalisasi,” kata politikus daerah pemilihan III Jawa Tengah itu. . Sanksi administratif dapat diikuti dengan sanksi tambahan
Dalam UU Nomor 24 Menteri Kesehatan. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 “Tentang Pencegahan dan Penerapan Hukuman”, hukuman tambahan berupa denda dapat dikenakan kepada korban setelah hukuman tertentu.
Sanksi tidak hanya terbatas pada korporasi. Pasal 6 ayat (5) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2019 menyebutkan apabila terjadi kecurangan dalam penyediaan tenaga medis, penyedia layanan kesehatan, obat-obatan, dan perbekalan kesehatan, dikenakan sanksi administratif dan kemudian undang-undang. mungkin dicabut. izin sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Perlu diketahui, sanksi administratif tersebut tidak bisa menghilangkan sanksi pidana, kata Edi.
“Hukumnya jelas penipuan ini bisa dituntut. Oleh karena itu, jika ada indikasi penipuan, harap diusut dan jika ditemukan penipuan, dapat diberikan sanksi yang setimpal.
Edy pun menanyakan cara mencegah penipuan. Ia berpesan agar BPJS Kesehatan berkomunikasi dengan pasien agar informasi pasien dapat mencegah penipuan.
“Dengan membina hubungan dengan pasien, maka phantom bill akan sulit muncul,” ujarnya.
Selain itu, BPJS Kesehatan juga dapat meningkatkan kualitas bukti sehingga rumah sakit dapat mendeteksi adanya penipuan saat mengajukan klaim.
Badan Perlindungan Sosial Kesehatan (BPJS) membantah kemungkinan kerugian Rp 20 triliun akibat penipuan di berbagai waktu.
Irfan Humaydi, perwakilan komunikasi Organisasi BPJS Kesehatan, mengatakan situasi yang bisa mencapai Rp 20 triliun itu tidak sepenuhnya berlaku untuk program JKN. tapi sektor kesehatan.
Dalam keterangan tertulis yang diperoleh gospelangolano.com, Irfan mengatakan, “Pernyataan tidak bisa dijangkau Rp 20 triliun merupakan penipuan di bidang pelayanan kesehatan sehingga tidak sepenuhnya mengacu pada program JKN.”
Irfan mencatat, kelompoknya siap memperkenalkan sistem pencegahan, deteksi, dan pemberantasan penipuan.
“Perlu kita tekankan bahwa BPJS Kesehatan JKN berkomitmen menerapkan sistem pencegahan, investigasi, dan penanganan penipuan,” ujarnya.
Komunitas ini memiliki banyak organisasi khusus, termasuk Komisi Peradilan Pidana.
Menurut dia, BPJS dan lembaga pelayanan kesehatan (rumah sakit) telah menjalankan tugas dan tugas yang diberikan secara sempurna dalam pelaksanaan program JKN.
“BPJS Kesehatan dan fasilitas (rumah sakit) telah bekerja keras memenuhi tugas dan tanggung jawabnya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada peserta JKN. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program JKN dan pembiayaan sektor kesehatan diarahkan,” tambahnya.