Anak Buah Erick Thohir Sebut Nilai Klaim Reasuransi RI Tembus Rp 53,92 Triliun
gospelangolano.com, Jakarta – Staf ahli implementasi kebijakan strategis Kementerian BUMN Wahyu Setyawan mengatakan jumlah kegiatan industri reasuransi di Indonesia cukup besar. Bahkan, nilai klaim juga akan tinggi pada tahun 2022.
Wahyu mengatakan, selama 5 tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah aset pada sektor reasuransi di Indonesia. Pada tahun 2022 saja akan terjadi peningkatan sebesar 12%. “Di Indonesia, tercatat selama lima tahun terakhir, perusahaan reasuransi mengalami pertumbuhan aset yang signifikan, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 12% pada akhir tahun 2022, dengan total aset mencapai Rp 34 triliun,” kata Wahyu. pertemuan itu. Konferensi Internasional IndonesiaRe 2024, di Jakarta, Kamis (25/7/2024).
Peningkatan juga terjadi pada klaim reasuransi. Pada tahun yang sama, tercatat terjadi peningkatan sebesar 9,6% mencapai Rp 53,94 triliun pada tahun 2022.
Selain itu, klaim reasuransi juga meningkat sebesar 9,6% pada periode yang sama mencapai Rp 53,94 triliun pada tahun 2022, ”ujarnya.
Wahyu mengatakan sektor reasuransi perlu diperkuat ke depan. Jadi harapannya bisa menurunkan tingkat neraca pembayaran jika menyangkut reasuransi.
“Kami sangat berharap industri reasuransi kita mampu memperkuat kapasitas reasuransi dalam negeri, mengurangi defisit neraca pembayaran terkait reasuransi, dan menjamin keberlanjutan industri asuransi Indonesia,” jelasnya.
Ia mencatat, perusahaan reasuransi secara global mengalami perbaikan dan memberikan manfaat bagi pasar asuransi primer. Apalagi di tengah tantangan global saat ini. Wahyu juga membenarkan bahwa PT Reasuransi Indonesia atau IndonesiaRe juga terlibat.
“Seperti semua perusahaan reasuransi di Indonesia, kami sebagai satu-satunya perusahaan reasuransi milik negara harus memastikan kualitas manajemen risiko mereka, keandalan kekuatan keuangan mereka dan memastikan bahwa diversifikasi portofolio mereka cukup kuat untuk memainkan peran memberikan dukungan,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyoroti peluang investasi di sektor ekonomi hijau dan berkelanjutan. Namun, tampaknya masih terdapat banyak risiko ketidakpastian.
Presiden Kamar Dagang dan Industri Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan ada risiko dalam transisi menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan. Namun, terdapat target ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% pada tahun 2030 dan mencapai nol bersih pada tahun 2060 atau lebih awal.
“Ada risiko terkait upaya transisi menuju perekonomian hijau dan berkelanjutan. Salah satu contohnya adalah banyaknya kemungkinan investasi dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi,” kata Arsjad pada Konferensi Internasional IndonesiaRe 2024, di Jakarta, Rabu (24 jam). sehari, 7 hari seminggu). /2024). Industri asuransi mempunyai peran yang perlu dimainkan
Dia mengatakan risikonya sulit diprediksi karena kurangnya data historis. Oleh karena itu, industri asuransi dan reasuransi dapat berperan dalam memastikan ketidakpastian investasi.
“Hal ini membuat industri asuransi, termasuk perusahaan reasuransi, mempunyai peran dalam mengambil sebagian risiko tersebut. Serta menjadikan kegiatan investasi yang ramah lingkungan lebih menguntungkan dan aman bagi investor,” jelasnya.
Arsjad menekankan bahwa Kadin menyadari pentingnya peran sektor reasuransi dalam mendorong keberlanjutan dan mempercepat transisi ke energi terbarukan. Misalnya, memberikan stabilitas keuangan dan mitigasi risiko.
Hal ini termasuk mengizinkan perusahaan asuransi untuk menawarkan cakupan yang lebih luas guna mendorong investasi dalam ekonomi hijau.
“Dengan semangat gotong royong, Kadin meyakini kolaborasi berbagai sektor baik pemerintah maupun swasta, serta antar aktor internasional diperlukan untuk membangun Indonesia yang lebih hijau, berketahanan, dan siap menghadapi masa depan,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai penetrasi asuransi di Indonesia cenderung rendah. Oleh karena itu, kerjasama antara pelaku industri asuransi dan pengusaha sangat diperlukan.
Shinta mencatat, setidaknya ada 4 poin yang bisa dilakukan untuk memperkuat peran asuransi Indonesia. Pertama, meningkatkan literasi mengenai pentingnya asuransi di kalangan pelaku usaha.
“Banyak pelaku usaha, khususnya UKM, yang masih belum menyadari manfaat asuransi untuk manajemen risiko. Kita perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk memberikan edukasi dan kesadaran akan pentingnya asuransi dalam menjaga keberlangsungan bisnis,” kata Shinta kepada IndonesiaRe International 2024. Konferensi, di Jakarta, Kamis (25/07/2024).
Kedua, diperlukan inovasi produk dan layanan asuransi. Ia meyakini industri asuransi harus mampu menyediakan produk yang memenuhi kebutuhan spesifik berbagai jenis sektor usaha. Hal ini juga mencakup risiko operasional, kesehatan karyawan, dan lingkungan, yang semakin relevan dalam konteks perubahan iklim
“Dengan produk yang tepat, asuransi dapat menjadi solusi efektif terhadap berbagai tantangan yang dihadapi dunia usaha,” ujarnya.
Ia mengatakan asuransi berperan penting dalam menjalankan bisnis yang berkelanjutan. Misalnya, asuransi lingkungan memungkinkan perusahaan mengelola risiko. Hasilnya, Anda dapat membantu mempromosikan kegiatan ramah lingkungan yang berkaitan dengan isu keberlanjutan.
Ketiga, digitalisasi dan penggunaan teknologi harus menjadi fokus utama. Shinta mengatakan teknologi tersebut dapat meningkatkan efisiensi operasional, menekan biaya, dan memberikan layanan yang lebih baik kepada pelanggan.
“Dengan menggunakan teknologi seperti big data dan kecerdasan buatan, perusahaan asuransi dapat menawarkan produk yang lebih personal dan layanan yang lebih responsif. Di sisi lain, kerja sama antara pemerintah dan swasta sangat dibutuhkan dan pemerintah harus membuat regulasi yang mendukung pengembangan sektor asuransi dan dunia usaha,” jelasnya.
Keempat, pentingnya peran asuransi dalam perekonomian sekaligus memastikan tata kelola perusahaan yang baik.
“Dengan tata kelola yang baik untuk menjaga kepercayaan masyarakat, tidak akan terjadi kasus-kasus tata kelola perusahaan yang buruk yang merugikan banyak pihak dan justru berujung pada upaya peningkatan peran asuransi,” tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melihat peluang berkembangnya ekonomi digital di Indonesia. Untuk memanfaatkan peluang tersebut ia meminta keterlibatan sektor asuransi.
Mengantongi data, sektor digital tumbuh 2,5 kali lebih cepat dibandingkan sektor non-digital dan menyumbang sekitar 15% terhadap PDB. Di kawasan ASEAN, ekonomi digital diperkirakan akan menambah nilai PDB ASEAN sebesar $1 triliun pada tahun 2030, dua kali lipat dengan penerapan Perjanjian Kerangka Kerja Ekonomi Digital ASEAN.
Menurutnya, ada beberapa sektor yang bisa mengalami pertumbuhan pesat melalui digitalisasi. Diantaranya adalah sektor keuangan, industri, budaya, dan pariwisata, serta sektor ekonomi kreatif, pertanian, dan agrologi.
Menurutnya, sektor asuransi juga harus melakukan digitalisasi dan menggunakan berbagai teknologi agar layanannya efisien.
“Transformasi digital dalam industri asuransi yang didukung oleh kecerdasan buatan, pembelajaran mesin, analisis prediktif, dan layanan seluler memungkinkan perusahaan asuransi melakukan hal tersebut dan akan terus membentuk industri ini di tahun-tahun mendatang,” katanya.
Laporan ini menilai, secara keseluruhan, tantangan terkait kesenjangan infrastruktur dan keamanan siber tetap penting bagi sektor asuransi di Indonesia untuk mendorong transformasi yang berarti.
Transformasi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi operasional, memperluas jangkauan pasar, meningkatkan kepuasan pelanggan dan juga meningkatkan kontribusi sektor asuransi terhadap PDB Indonesia, kata Menko Airlangga.