Ada Anomali Harga Gabah di Musim Kemarau, BPS Sebut Harga di Tingkat Petani dan Penggilingan Turun
gospelangolano.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan penurunan rata-rata harga bahan pangan pada Agustus 2024 sebesar 0,07% (Month to Month/MoM), di tengah musim kemarau yang kerap menurunkan produksi dan ekspansi. pada harga gandum dan beras. Anomali ini sangat tidak wajar karena tahun ini Indonesia sedang mengalami El Nino parah yang menyebabkan kemarau panjang.
Deputi Bidang Distribusi dan Statistik BPS Pudji Ismartini menjelaskan, harga gabah hasil panen (GKP) di tingkat petani pada Agustus 2024 mengalami penurunan sebesar 1,15% per bulan (MoM), sedangkan harga beras premium di penggilingan. turun 1,19%.
“Pada Agustus 2024, rata-rata harga GKP di tingkat petani mencapai Rp6.422,00 per kilo, turun 1,15% di tingkat pabrik, harganya mencapai Rp6.566,00 per kilo, turun 0,97% dibandingkan bulan lalu,” kata Pudji. Rilis Resmi BPS, Senin (2/9).
Pudji menambahkan, harga beras di Indonesia mengalami penurunan, dengan kualitas, premium dan premium yang berbeda.
“Harga yang kami tawarkan di sini merupakan harga standar beras dengan varietas yang berbeda-beda dan mencakup seluruh wilayah Indonesia,” kata Pudji.
Menurut Pudji, turunnya harga ini disebabkan banyaknya tengkulak yang memasuki puncak musim panen. Selama periode ini, harga mengalami kenaikan di banyak daerah di daerah yang tidak panen.
“Penelitian ini berdasarkan analisis terhadap 1.853 penjualan gabah di 26 provinsi. Pada analisis kualitas GKP dan GKG sebesar 89,21%, 11,07% harganya berada di bawah Harga Pengadaan Umum (HPP),” ujarnya.
Diketahui, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) tengah meningkatkan produksi padi melalui Program Perluasan Area Tanam (PAT) dan pemompaan di banyak wilayah di Indonesia. Kepala Dinas Pendidikan dan Pelatihan Moch Arief Cahyono mengatakan keresahan ini menjadi bukti bahwa kebijakan yang diambil Kementerian Pertanian mampu merespons perubahan iklim dan krisis perubahan iklim pada industri pertanian dengan baik.
“Hal ini mungkin tidak terjadi dalam 30 tahun terakhir, padahal Indonesia sudah merdeka. Artinya program dan kebijakan Kementerian Pertanian terkait pemompaan dan konversi sudah tepat karena berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas,” kata Arief .
Arief menjelaskan, selama ini anjloknya harga gandum dan beras seiring dengan tingginya penggilingan padi merupakan hal yang wajar terjadi pada musim kemarau karena penurunan produksi akibat kekurangan air. Namun, akibat tindakan yang diambil Kementerian Perekonomian terkait isu iklim, tren ini berbalik.
“Dulu musim kemarau sering dikaitkan dengan penurunan produksi sehingga menyebabkan harga beras dan gandum naik. Bahkan mengalami penurunan yang berarti menunjukkan kestabilan pasokan beras dalam negeri, sekalipun berlimpah,” kata Arief.
Peningkatan produksi beras juga terkonfirmasi dari Pedoman Daerah Contoh (KSA) BPS yang disampaikan pada rapat pengendalian inflasi terakhir kali. Produksi beras diperkirakan meningkat pada bulan September sebesar 2,87 juta ton dan pada bulan Oktober menjadi 2,59 juta ton.
Kemudian jika dibandingkan angka produksi bulan yang sama tahun lalu, terdapat perbedaan yang cukup besar, yakni 356.329 ton pada September dan 396.604 ton pada Oktober.
(*)