Agar Anak Jadi Pribadi yang Punya Rasa Aman

0 0
Read Time:3 Minute, 28 Second

gospelangolano.com, Jakarta Proses membesarkan anak bukanlah proses yang mudah. Proses ini hendaknya diikuti oleh siapa saja yang merupakan orang tua dan mempunyai anak yang harus diasuh dan diasuh sejak bayi hingga dewasa. Jika proses ini berhasil maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang sehat dan dewasa.

Dengan demikian, anak tidak hanya tumbuh dengan baik dalam dirinya sendiri, namun pada akhirnya menjadi individu yang berkontribusi positif terhadap lingkungan. Di sisi lain, kegagalan dalam proses ini dapat menimbulkan berbagai konflik baik di dalam diri anak maupun dengan lingkungan di sekitarnya. 

Ada beberapa perspektif penting yang perlu dipertimbangkan ketika membesarkan anak. Yang terpenting adalah membesarkan anak menjadi pribadi yang merasa aman. Rasa aman ini merupakan konsep yang didasarkan pada pandangan subjektif seseorang terhadap dunia sekitarnya. Anak merasa aman ketika kebutuhan dasarnya, seperti makan dan minum, terpenuhi.

Anak-anak juga merasa aman jika mereka percaya bahwa orang tuanya akan selalu ada untuk mereka ketika mereka merasa dalam bahaya. Dengan cara ini, memiliki orang tua akan membangun anak yang percaya diri dan yakin bahwa dunia di sekitar mereka relatif dapat dikelola dan dikelola, meskipun tidak selalu aman. perkembangannya.

Makhluk

Dan ketika orang-orang penting, terutama orang tua, tidak hadir di awal kehidupannya, ketika anak membutuhkannya, anak akan bertumbuh dan merasa aman. Ketika seorang anak membutuhkan sesuatu dan anak merasa terancam, ketidakhadiran orang tua mempengaruhi pandangan anak terhadap dunia sekitarnya. Dunia tempat dia tinggal dipandang sebagai tempat yang tidak konsisten dan sulit dipercaya. Akibatnya, mereka takut terhadap eksplorasi yang sebenarnya merupakan tugas penting dalam awal perkembangan kehidupan manusia.

Perasaan tidak aman dan tidak aman, yang awalnya hanya opini subjektif, menjadi semakin terinternalisasi atau dipersonifikasikan seiring berjalannya waktu seiring dengan semakin banyaknya individu yang menggunakannya. Oleh karena itu, mereka yang terbiasa melihat dunia disekitarnya dengan rasa aman menjadi individu yang berani. Hal ini juga berlaku bagi mereka yang terbiasa menerima pandangan bahwa dunia di sekitarnya berbahaya. Mereka yang sering menggunakan cara pandang ini melihat lingkungannya sebagai lingkungan yang berbahaya, sehingga rasa takut menjadi ciri khas individu.

Orang pemberani melihat dunia di sekitar mereka sebagai sesuatu yang relatif tidak terlalu berbahaya; Di sisi lain, orang dengan kepribadian penakut cenderung memandang dunia di sekitarnya sebagai dunia yang relatif menakutkan. Ketika manusia melihat dunianya sebagai tempat yang berbahaya, sama seperti makhluk hidup lainnya, mereka meresponsnya dalam bentuk kelangsungan hidup dan pertahanan terhadap apa yang dianggap berbahaya. Respon defensif ini tentu saja membutuhkan energi mental. Semakin seseorang mengalami ancaman menyakiti diri sendiri, semakin banyak energi mental yang dikeluarkan untuk menerapkan respons defensif terhadap ancaman tersebut.

Itu tidak nyata

Masalahnya adalah sering kali ancaman tersebut tidak benar-benar nyata, atau setidaknya tidak sebesar yang diperkirakan orang. Bagi mereka yang memiliki kepribadian penakut dan merasa tidak aman, kenyataan yang sebenarnya tidak berbahaya atau tidak terlalu berbahaya dapat dianggap sebagai ancaman yang sangat berbahaya. Dari sudut pandang ini, seseorang mengalokasikan dan bahkan menghabiskan banyak energi untuk merespons. Distribusi energi ini begitu besar sehingga merupakan energi minimum yang dibutuhkan untuk aspek kehidupan lainnya.

Orang-orang seperti itu sangat sensitif, mudah tersinggung, dan peduli dengan pandangan orang lain terhadap dirinya. Saran orang lain mengancam harga dirinya. Selain itu, dalam suatu konflik, mereka dengan mudah berubah menjadi individu yang tersinggung dan membawa konflik tersebut ke ranah pribadi.

Demi “mengamankan” seseorang yang selalu merasa tidak aman, ia rela melakukan tindakan yang benar-benar tidak rasional, bahkan hal-hal yang secara obyektif akan merugikan dirinya. Untuk melindungi diri mereka sendiri, orang-orang seperti itu rela berbohong, memanipulasi, dan menjadikan diri mereka sendiri atau orang lain sebagai korban yang tidak diperlukan.

Orang tua perlu memahami bahwa kepribadian insecure terbentuk sejak masa kanak-kanak. Oleh karena itu, orang tua hendaknya memberikan rasa aman kepada anaknya. Memenuhi kebutuhan dasar tanpa penundaan dan selalu mendampingi orang tua ketika anak membutuhkannya merupakan langkah kunci dalam memberikan rasa aman.

Selain itu, orang tua tidak boleh membahayakan nyawa anak-anaknya. Beberapa perilaku pengasuhan yang dapat membuat anak merasa tidak aman antara lain memberikan ekspektasi yang tidak realistis pada anak, membandingkan anak dengan anak lain hingga membuatnya merasa tidak nyaman, memaksakan preferensi orang tua kepada anak secara sewenang-wenang, dan yang paling ekstrem, menolak anak.

Y. Heri Widodo, M.Psi., psikolog, dosen Universitas Sanatha Dharma dan pemilik TK Kerang Mutiara Yogyakarta

 

 

happy Agar Anak Jadi Pribadi yang Punya Rasa Aman
Happy
0 %
sad Agar Anak Jadi Pribadi yang Punya Rasa Aman
Sad
0 %
excited Agar Anak Jadi Pribadi yang Punya Rasa Aman
Excited
0 %
sleepy Agar Anak Jadi Pribadi yang Punya Rasa Aman
Sleepy
0 %
angry Agar Anak Jadi Pribadi yang Punya Rasa Aman
Angry
0 %
surprise Agar Anak Jadi Pribadi yang Punya Rasa Aman
Surprise
0 %

You May Have Missed

PAY4D