Pemerintah Tak Naikkan Cukai Rokok pada 2025, Komnas PT: Langkah yang Keliru
gospelangolano.com, Jakarta – Cukai hasil tembakau (CHT) atau tarif pajak rokok tidak akan naik pada tahun 2025.
Hal ini merupakan keputusan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2024 tentang Tarif Pajak Rokok Elektrik dan Produk Tembakau Lainnya. Rokok Cerutu PMK Nomor 97 Tahun 2024 tentang Tarif Pajak atas Hasil Tembakau berupa daun atau kulit kayu dan berupa tembakau potong; Namun dengan dua aturan tersebut, pemerintah menaikkan harga eceran rokok reguler dan elektronik (HJE).
Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Tulus Abadi, menilai keputusan pemerintah tidak menaikkan pajak rokok pada tahun depan adalah salah. Secara khusus, alasan penurunan penjualan.
“Industri rokok nampaknya melakukan perdagangan politik berupa campur tangan pemerintah,” ujarnya. Dengan demikian, tarif cukai tidak akan meningkat. Jumlah perokok anak yang terus meningkat menimbulkan ancaman bagi kesehatan masyarakat. Merokok juga umum terjadi di kalangan orang dewasa. “Itu menyebabkan penyakit-penyakit bencana yang menghancurkan anggaran nasional,” kata Toulouse dalam konferensi pers, Rabu (18/12/2024).
Dengan tidak menaikkan pajak rokok, pemerintah seolah tidak melakukan upaya untuk mengontrol kesehatan masyarakat, yang seharusnya menjadi aset utama generasi emas Toulouse.
Oleh karena itu, Toulouse mendesak pemerintah untuk tidak menunda reformasi sistem cukai tembakau. Penyederhanaan kategori antara lain akan menimbulkan disparitas tarif antar kelompok dan mengharuskan harga jual rokok harus HJE 100 persen.
Dalam pernyataan yang sama, Anisia Lestar, Manajer Program Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), mengatakan pemerintah tidak berkomitmen mengatur harga rokok untuk memperbaiki masa depan negara.
“Saat ini ada program diskon atau voucher untuk penjualan rokok elektrik di e-commerce. “Pemerintah harus fokus dan mengendalikannya,” kata Anisia.
Ia mencontohkan, produk tembakau yang masih disponsori dan disebarluaskan di media sosial dan website sangat perlu diawasi negara karena dapat menarik perhatian remaja.
Mengingat tidak menaikkan pajak rokok pada tahun depan merupakan suatu kemunduran, Kementerian Keuangan berhasil mengambil kebijakan jangka panjang dengan menaikkan tarif CHT menjadi 10 persen pada tahun 2023 dan 2024.
Sendada, Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI); Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) dan Center for Strategic Development Indonesia (CISDI) menilai keputusan tersebut sebagai bentuk pelemahan kebijakan. Pengendalian konsumsi rokok dari sektor keuangan.
Keputusan ini berbanding terbalik dengan penguatan regulasi non-keuangan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan terkait kelompok pelindung zat narkotika.
“Komoditisasi produk tembakau bertujuan untuk menurunkan angka perokok, khususnya di kalangan anak-anak. Indonesia belum bisa mengendalikan angka perokok anak. Apalagi banyak penelitian yang menegaskan bahwa harga rokok di Indonesia masih murah, dan konsumsi rokok rumah tangga menempati urutan kedua setelah makanan, kata Ariana Satria, Ketua PKJS-UI di Jakarta, 18 Desember 2024. Menurut siaran pers.
Berdasarkan kedua PMK tersebut, rokok (konvensional) akan tumbuh rata-rata 10 persen (tidak tertimbang) pada tahun 2025. Angka ini merupakan yang terendah sejak tahun 2023 yang berkisar 13 persen.
Sedangkan HJE rokok elektrik (rokok elektrik) meningkat rata-rata sebesar 11 persen (tidak tertimbang) pada tahun 2024.
HJE tertinggi untuk satu batang rokok adalah Sigaret Kretek Mesin Putih (SPM) I; Merupakan jenis rokok yang menggunakan proses pembuatan yang tidak menggunakan cengkeh. Harganya Rp 2.495.
Sedangkan HJE terendah adalah sigaret kretek tangan/rokok putih (SKT/SPT III), yaitu jenis rokok yang diproduksi dengan tangan dan mempunyai rasa dan aroma. Harganya Rp 860.
Secara umum, peningkatan HJE tertinggi terjadi pada kelompok SKT, terutama dibandingkan kelompok SKT/SPT III. Namun peningkatan tersebut masih lebih rendah dibandingkan tahun 2023 dan 2024 yang meningkat sebesar 20 persen. Artinya, kenaikan HJE yang beralasan bahwa harga rokok saat ini telah menurunkan keterjangkauan masyarakat, tidak akan terwujud secara signifikan meski tanpa kenaikan pajak. Dengan kenaikan HJE saat ini, harga rokok semua jenis masih sangat murah.
Diah S. Saminarsih, pendiri dan CEO CISDI, menyoroti fenomena komersialisasi rokok atau peralihan konsumsi rokok ke kategori lebih murah. Itu sebabnya Kementerian Keuangan menolak menaikkan CHT.
“Tahun 2025 rata-rata pertumbuhan HJE sekitar 10 persen, sedangkan CHT tidak tumbuh. “Pertumbuhan HJE tampaknya lebih rendah dibandingkan tahun 2023. Yang kita inginkan adalah menyederhanakan model cukai, namun saat ini lapisannya masih rumit,” kata Diah.
“PMK ini bukan solusi, karena kesederhanaanlah yang mengurangi turnover. Jarak antar tim tidak sempit,” kata Dyer.
Ariana juga menyoroti keputusan pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen, namun tidak menaikkan tarif pajak rokok.
“Daripada menaikkan PPN, lebih baik pajak rokok dinaikkan.” “Pendapatan negara dari pajak rokok dapat mendukung prioritas pemerintahan baru, serta berbagai program kampanye untuk mengurangi prevalensi penggunaan tembakau,” kata Ariana.
Pada tahun 2023, industri rokok akan menyumbang pajak sebesar 213 triliun rubel. Senada dengan Aryana, Dyah menyoroti rendahnya PPN atas penyediaan hasil tembakau.
“PPN Hasil Tembakau atau PPN HT lebih kecil dibandingkan PPN atas barang lainnya. “Sangat disayangkan tarif pajak barang berbahaya lebih rendah dari persyaratan dasar,” ujarnya.
Tarif PPN atas penyediaan hasil tembakau sebesar 9,9 persen, berpotensi meningkat menjadi 10,7 persen pada tahun depan disesuaikan dengan PPN 12 persen.