BP Danantara Rawan Silang Sengketa Pengelolaan Aset, Begini Saran Pengamat
JAKARTA – Revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendesak dilakukan karena akan mencegah konflik antara Kementerian BUMN dengan Badan Pengelola Energi Investasi Anagata Nusantara atau dikenal BP Danantara terkait pengelolaan perusahaan pelat merah.
Saat ini portofolio perusahaan negara menjadi milik Kementerian BUMN. Di sisi lain, pengalihan portofolio perseroan ke BP Danantara mulai terkonsolidasi meski fasilitas baru ini belum dibuka oleh Presiden Prabowo Subianto.
Toto Pranoto, Wakil Direktur Riset BUMN Universitas Indonesia (UI), mengatakan pemerintah dan DPR RI segera mengubah UU BUMN untuk menghindari konflik.
“Dalam UU BUMN yang lama, pengelolaan BUMN adalah milik Kementerian BUMN, dan kepemilikan BUMN adalah Kementerian Keuangan,” kata Toto di portal MNK, Jumat (22/11/2024).
“Sekarang BP Danantara telah diberikan otonomi untuk mengelola BUMN, artinya ketentuan undang-undang ini juga harus direvisi agar tidak terjadi konflik terkait pengelolaan BUMN,” jelasnya.
Pada tahap awal, BP Danantara menguasai tujuh perusahaan pelat merah, antara lain PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero). , PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).
Kemudian PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dan PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID. Bahkan, seluruh BUMN rencananya akan dialihkan ke BP Dhanantara secara bertahap.
Menteri BUMN Eric Tahir sebelumnya mengakui konsep penguatan aset dan bisnis perseroan yang diusulkan adalah dalam bentuk superholding. Gagasan ini tertuang dalam rancangan undang-undang BUMN (RUU).
Anagata Nusantara Power Investment Management tidak disebutkan dalam RUU BUMN: “Saat itu kita sedang membahas jalan menuju superholding,” kata Eric saat ditemui di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta Pusat.