Kuliah Tamu di Presuniv, Dubes Sri Lanka Prof Jayanath Colombage Bahas Ekonomi Biru
BEKASI – Rektor Universitas (Presuniv) mengadakan kuliah tamu yang menghadirkan Duta Besar Sri Lanka untuk Indonesia dan Laksamana ASEAN Prof. Jaianath Siri Kumara Kolumbai. Kegiatan ini hendaknya mendidik siswa agar siap menjadi warga global.
Kuliah tamu Dampak Ekonomi Laut Biru: Kekayaan Laut dan Kesehatan Laut dilaksanakan di Auditorium Charles Himavan, Gedung A Lantai 5, Kampus Presuniv, Kota Jababeka, Chikarang, Kabupaten Bekasi, Jumat (15/03/2024). Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama Program Studi Hukum dan Program Studi Hubungan Internasional, keduanya dari Fakultas Ilmu Budaya.
Rektor Presuniv Handa S Abidin mengatakan Sri Lanka dan Indonesia memiliki banyak persamaan dan kedekatan. “Ada beberapa kata dari kamus Sri Lanka yang pengucapan dan maknanya hampir sama dengan kamus bahasa Indonesia. Lalu ada nama jalan yang mirip dengan nama di Indonesia. Lalu ada beberapa WNI asal Indonesia yang tinggal di Sri Lanka, ujarnya.
Dalam kuliah tamunya, Profesor Jaianath menjelaskan, masyarakat sudah sering mendengar istilah ekonomi hijau, namun kurang mengenal konsep ekonomi biru. Kesalahpahaman inilah yang membuat laut dan sumber dayanya semakin terancam.
“Kami melihat polusi laut terjadi di mana-mana. Kapal membuang limbah dan minyak ke laut. Cara penangkapan ikan saat ini semakin merusak dan merusak terumbu karang. “Sangat disayangkan generasi muda tidak bisa melihat betapa indahnya laut di bumi,” jelasnya.
Meskipun 71% bumi adalah lautan. Lalu, 95% isi bumi adalah air yang ada dalam berbagai bentuk. Ada sungai, rawa, danau atau lautan. “Sayangnya, yang kami tahu hanya tanahnya saja,” ujarnya.
Konsep ekonomi biru yang sebenarnya, lanjut Prof. Jaianath, adalah eksploitasi sumber daya laut secara berkelanjutan. Laut menjanjikan melimpahnya sumber daya yang dapat dieksploitasi.
“Kita bisa mengembangkan industri pariwisata berbasis laut.” Selama ini kita lebih banyak menikmati keindahan pantai dan permukaan laut, namun belum menjelajah hingga ke dasar laut. “Sebenarnya banyak sekali keindahan di sana,” ujarnya.
Banyak industri baru yang juga bisa dikembangkan berdasarkan ekonomi biru. “Misalnya industri energi baru terbarukan, pertambangan mineral bawah laut, industri restorasi ekosistem laut, bahkan industri berbasis blue technology dan blue biotechnology,” jelasnya.
Namun upaya pengembangan ekonomi biru juga menghadapi tantangan yang tidak mudah. Diantaranya adalah pengeboran lepas pantai, transportasi laut, pembuangan limbah, pembangunan jaringan telekomunikasi, wisata pantai, dan lain-lain.
“Indonesia dan Sri Lanka dapat bekerja sama, berbagi pengalaman, pengetahuan, dan praktik terbaik untuk mengatasi tantangan tersebut,” tegasnya.
Selain itu, Indonesia dan Sri Lanka memiliki banyak kesamaan. “Baik Indonesia maupun Sri Lanka merupakan negara yang terdiri dari pulau-pulau yang dikelilingi lautan, perekonomiannya juga sangat bergantung pada kelautan dan sama-sama rentan terhadap ancaman pemanasan global yang berdampak pada kenaikan permukaan air laut,” ujarnya.
Laut yang rusak hanya akan membawa bencana. Jadi Indonesia dan Sri Lanka harus benar-benar bekerja sama. “Hanya laut yang sehat yang bisa mendatangkan kesejahteraan,” tegasnya.