1,8 Juta Anak Indonesia Tidak Mendapat Imunisasi Rutin, Terancam Kena Campak hingga Polio
gospelangolano.com, JAKARTA – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyebutkan lebih dari 1,8 juta anak Indonesia tidak mendapatkan vaksinasi rutin secara lengkap antara tahun 2018 hingga 2023. Kondisi ini memunculkan berbagai kasus dan kejadian luar biasa. Wabah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin (VPD), seperti campak, difteri, polio, dan batuk rejan 100 hari, telah terjadi di beberapa daerah selama setahun terakhir.
Jumlah pasiennya pun tidak main-main. Sebanyak 136 kasus rubella, campak, difteri 103 kasus, poliomielitis delapan kasus, tetanus 14 kasus, dan batuk 100 hari 149 kasus.
Prima Yosefin, Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI, menyatakan keprihatinannya atas situasi ini, terutama mengingat program imunisasi global seperti pemberantasan polio dan pemberantasan polio pada tahun 2026.
Mereka khawatir agenda global tidak dapat dicapai. “Kalau di lapangan masih belum ada kemajuan, mungkin mimpi itu hanya mimpi belaka,” ujarnya seperti dikutip dari situs Sehat Negeriku pada 19 Maret 2024.
Menurut Prima, masih banyak anak yang belum mendapatkan vaksinasi karena beberapa alasan. Temuan UNICEF dan AC Nielsen pada kuartal kedua tahun 2023 menunjukkan bahwa 38% orang tua ragu membawa anak kecilnya untuk vaksinasi karena takut mendapat vaksinasi ganda atau lebih dari satu suntikan. Padahal, lanjut Prima, vaksinasi ganda sudah dilakukan di banyak negara dan sepenuhnya aman.
Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, keengganan orang tua untuk memvaksinasi anak mereka bukan berdasarkan pengalaman mereka sendiri, melainkan berdasarkan pendapat orang lain.
Sementara itu, sekitar 12 persen mengaku khawatir dengan efek samping vaksin. Kekhawatiran tersebut didukung oleh 40 persen dari total responden yang menolak memberikan vaksinasi kepada anaknya.
Untuk mengurangi jumlah anak yang tidak menerima vaksinasi, penting untuk memperkuat strategi vaksinasi rutin. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat pasokan, antara lain kesiapan vaksin dan logistik, kesiapsiagaan wilayah, catch-up vaksinasi, vaksinasi booster massal (ORI), kualitas tenaga kesehatan serta registrasi dan notifikasi.
Penguatan pada sisi permintaan harus dicapai melalui kegiatan penyadaran dan pendidikan, pemberdayaan masyarakat dan keterlibatan lintas sektor. Ketua Kelompok Kerja Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Profesor Hartono Gunardi, menekankan perlunya vaksinasi catch-up untuk melengkapi keterlambatan vaksinasi pada anak.
Dalam praktiknya, vaksinasi catch-up dapat dilakukan dengan pemberian vaksin tanpa mengulanginya dari awal atau dengan melakukan program suntikan ganda yang sudah terbukti keamanan dan kemanjurannya.
Menurut Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Indonesia telah melaksanakan program vaksinasi anak dengan memberikan 450 juta suntikan vaksin kepada 5 juta orang setiap tahunnya. Tingkat efek samping vaksinasi yang dilaporkan masih rendah dibandingkan negara lain, yang menunjukkan bahwa vaksin tersebut aman.
Faktanya, keamanan ini berlaku untuk beberapa suntikan dan berbagai penelitian menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan signifikan terhadap kejadian KIPI atau reaksi samping setelah vaksinasi. Meski ada kejadian KIPI, namun jumlahnya sangat sedikit, ujarnya.